Intisari-online.com - Sultan Agung terkenal sebagai raja terbesar kerajaan mataram Islam.
Ia hampir menyatukan seluruh Pulau jawa dalam panji-panji kerajaan Mataram.
Di balik kebesarannya sebagai raja, Sultan Agung ternuata juga menyimpan cerita cinta yang romantis.
Menurut sejumlah tafsir sejarah, awalnya Sultan Agung menikah dengan Gusti Ratu Banowati, putri dari trah Sunan Giri, salah satu wali Songo yang terkenal.
Pernikahan ini dilakukan untuk menguatkan hubungan antara Mataram dan Giri. Namun, ternyata Sultan Agung dan Gusti Ratu Banowati tidak cocok satu sama lain. Mereka sering bertengkar dan tidak memiliki anak.
Sultan Agung kemudian jatuh cinta pada seorang gadis cantik bernama Lembayung, putri dari Ki Jejer, seorang abdi dalem Mataram.
Lembayung juga mencintai Sultan Agung dengan tulus dan setia. Mereka berdua hidup bahagia dan dikaruniai seorang putra bernama Raden Mas Rangsang.
Namun, kisah cinta mereka tidak berlangsung mulus. Gusti Ratu Banowati merasa cemburu dan iri dengan kebahagiaan Sultan Agung dan Lembayung.
Ia pun berusaha untuk menghancurkan hubungan mereka dengan berbagai cara. Ia bahkan mencoba untuk membunuh Lembayung dengan racun.
Sultan Agung sangat marah dan sedih ketika mengetahui rencana jahat Gusti Ratu Banowati. Ia pun memutuskan untuk menceraikan Gusti Ratu Banowati dan mengusirnya dari istana.
Ia juga mengangkat Lembayung sebagai permaisuri resmi Mataram dengan gelar Ratu Batang.
Sultan Agung dan Lembayung akhirnya dapat hidup damai dan harmonis bersama putra mereka.
Mereka juga mendukung perjuangan Sultan Agung untuk melawan VOC yang ingin menguasai Nusantara. Kisah cinta mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang hingga kini.
Namun, kebahagiaan Sultan Agung dan Lembayung tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1628, Sultan Agung memimpin pasukan Mataram untuk menyerang Batavia, benteng VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.
Serangan ini gagal karena VOC memiliki persenjataan yang lebih canggih dan bantuan dari beberapa adipati Jawa yang berkhianat.
Sultan Agung tidak menyerah dan kembali menyerang Batavia pada tahun 1629.
Namun, serangan ini juga gagal karena terjadi wabah penyakit dan kelaparan di antara pasukan Mataram. Banyak prajurit dan rakyat Mataram yang tewas atau sakit.
Salah satu korban dari wabah ini adalah Lembayung. Ia ikut bersama Sultan Agung untuk mendampingi dan menyemangati suaminya. Namun, ia tertular penyakit yang tidak diketahui dan meninggal di tengah perjalanan pulang ke Mataram.
Sultan Agung sangat terpukul dan berduka atas kematian Lembayung. Ia merasa kehilangan sosok istri yang sangat dicintainya.
Ia pun menguburkan Lembayung dengan upacara yang megah dan mengabadikan namanya sebagai nama sebuah sungai, yaitu Sungai Lembayung.
Sultan Agung kemudian menikah lagi dengan Roro Untari, putri yang merupakan trah dari Sunan Kalijaga, salah satu wali Songo yang terkenal.
Pernikahan ini juga dilakukan untuk menguatkan hubungan antara Mataram dan Kalijaga. Namun, Sultan Agung tidak pernah melupakan Lembayung dan selalu merindukannya hingga akhir hayatnya.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Ia dianggap sebagai salah satu raja terbesar dan terbaik dalam sejarah Nusantara.
Ia juga dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan bangsa.
Catatan: Sosok lembayung hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Sebagian besar sejarawan menganggapnya sebagao sosok fiktif.
(Artikel ini dibuat dengan bantuan AI)
Baca Juga: Mataram Islam pun Bergelimang Darah, Berawal Karena Raja Dan Putra Mahkota Rebutan Wanita Yang Sama