Ia bersimpati dengan perjuangan rakyat Indonesia dan menulis artikel-artikel yang mengkritik kebijakan Belanda.
Anneke juga menjalin hubungan dengan seorang pemimpin gerilya Indonesia bernama Sudirman.
Keempat perempuan ini memiliki latar belakang dan motivasi yang beragam, tetapi mereka memiliki satu kesamaan:
Mereka memilih untuk mengorbankan kenyamanan dan keselamatan mereka demi mendukung kemerdekaan Indonesia.
Mereka juga menghadapi berbagai tantangan dan risiko, seperti diskriminasi, pengkhianatan, penangkapan, penyiksaan, dan bahkan kematian.
Namun, mereka tidak menyerah dan tetap setia pada pilihan mereka.
Kisah para penumpang Kapal Weltevreden yang memilih Indonesia sebagai tanah air adalah kisah yang menginspirasi dan menyentuh hati.
Mereka adalah contoh dari semangat persahabatan dan persatuan antara dua bangsa yang berbeda.
Kisah para penumpang Kapal Weltevreden yang memilih Indonesia sebagai tanah air tidak hanya berakhir pada tahun 1946.
Mereka terus berkontribusi dan berpartisipasi dalam perjalanan sejarah Indonesia hingga tahun-tahun berikutnya.
Rieke van der Weyden, misalnya, tetap bekerja sebagai perawat di rumah sakit militer Indonesia hingga tahun 1950.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR