Memantau Gerak-Gerik Belanda dengan Bertaruh Nyawa, Inilah Siti Fatimah Mata-Mata Indonesia Para Agresi Militer Belanda II

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Siti Fatimah, pejuang kemerdekaan Indonesia yang dijuluki Ayam Betina dari Timur.
Siti Fatimah, pejuang kemerdekaan Indonesia yang dijuluki Ayam Betina dari Timur.

Intisari-online.com - Jika bertanya soal mata-mata di Indonesia, ternyata ada sosok mata-mata wanita dari Indonesia.

Bahkan ia bertugas pada saat agresi militer Belanda II.

Hal itu membuat sosok wanita ini menjadi seorang pahlawan bagi Indonesia karena jasanya.

Jasanya sebagai pahlawan yang bertugas mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.

Namanya adalah Siti Fatimah, seorang perempuan yang menjadi mata-mata tentara gerilya di Kabupaten Kuningan pada masa Agresi Militer Belanda II.

Siti Fatimah lahir pada tahun 1932 di Kampung Ciwaru, Desa Lebakherang, Kecamatan Ciwaru, Kabupaten Kuningan.

Dia adalah putri dari pasangan Ahmad Bagja dan Uni Mulyani.

Tidak diketahui pasti mengenai sosok orang tuanya.

Namun dikatakan bagwa ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan yang gugur tertembak oleh tentara Belanda ketika Siti masih berusia 15 tahun.

Kejadian itu membuat Siti merasa marah dan sedih.

Dia pun memutuskan untuk mengikuti jejak ayahnya untuk berjuang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, meski nyawa taruhannya.

Baca Juga: Berkat Mata-mata Nan Cerdik, Sultan Agung Akhirnya Taklukkan Tuban

Siti tidak menjadi tenaga medis atau ikut berperang di medan laga seperti kebanyakan perempuan lainnya.

Dia ditugaskan sebagai mata-mata yang bertugas memantau kekuatan dan gerak-gerik tentara Belanda.

Serta membawa pesan dan bekal untuk pejuang yang ada di pusat pemerintahan Kabupaten Kuningan.

Tugas itu sangat berbahaya dan penuh risiko.

Siti harus berpura-pura menjadi orang yang tidak normal agar tidak dicurigai oleh Belanda dan antek-anteknya.

Dia juga harus berhati-hati agar tidak tertangkap atau terbunuh oleh pasukan patroli.

Siti pernah menyaksikan dua rekannya yang juga mata-mata, yaitu Hudaya dan Jumat, tewas diberondong senjata otomatis oleh penjajah.

Namun hal itu tidak membuatnya menyerah atau takut.

Beruntung, peran Siti selama menjadi mata-mata tak pernah terendus tentara Belanda.

Sebab, tentara Belanda tak pernah mencurigainya sebagai mata-mata menyusul usianya yang masih belia.

Siti pun memiliki cara tersendiri untuk menghindari razia tentara Belanda karena menaruh pesannya di bawah sepatu.

Baca Juga: Mengungkap Buku Max Havelaar, Novel Satir Eduard Douwes Dekker yang Mengguncang Penjajahan Belanda

Dia tetap setia menjalankan tugasnya hingga akhir perang.

Siti Fatimah adalah salah satu contoh perempuan yang memiliki jiwa patriotik dan ksatria yang tinggi.

Artikel Terkait