Ia mendapat dukungan dari Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati untuk menjadi raja Pajang setelah kematian Sunan Prawoto.
Ia juga mendapat bantuan dari Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani, dua abdi setianya yang ahli dalam ilmu perang dan ilmu gaib.
Arya Penangsang tidak terima dengan keberadaan Sultan Hadiwijaya.
Ia menganggap dirinya sebagai pewaris sah tahta Demak dan ingin menghapus jejak Pajang.
Ia pun berusaha untuk membunuh Sultan Hadiwijaya dengan berbagai cara, tetapi selalu gagal.
Ia juga harus menghadapi perlawanan dari para adipati yang setia kepada Sultan Hadiwijaya, seperti Adipati Tuban, Adipati Madiun, Adipati Kediri, dan Adipati Blitar.
Pada tahun 1554, terjadi pertempuran besar antara pasukan Arya Penangsang dan pasukan Sultan Hadiwijaya di Wonogiri.
Pertempuran ini menjadi titik akhir dari pemberontakan Arya Penangsang.
Dalam pertempuran ini, Arya Penangsang tewas secara tragis karena terkena ulu keris Kyai Setan Kober yang terlepas saat ia melompat menghindari serangan musuh.
Ulu keris itu menancap di perutnya dan membuat ususnya keluar.
Ia pun meninggal dalam keadaan mengerikan.
Dengan kematian Arya Penangsang, maka berakhirlah pemberontakan yang ingin mengembalikan kejayaan Demak.
Kerajaan Demak pun runtuh dan digantikan oleh Kerajaan Pajang sebagai kerajaan Islam terbesar di Jawa.
Arya Penangsang dikenang sebagai seorang pemberontak yang gagal mewujudkan ambisinya karena terlalu didorong oleh rasa dendam.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR