Ia juga mendapat dukungan dari rakyat dan para ulama yang tidak menyukai kebijakan Pakubuwana II yang pro-VOC.
Pangeran Mangkubumi adalah putra bungsu Pakubuwana II dari permaisurinya. Ia memiliki kedudukan tinggi di istana sebagai adipati Anom dan panglima perang.
Ia awalnya mendukung Pakubuwana III, tetapi kemudian berbalik menentangnya karena merasa tidak dihargai. Ia bergabung dengan Pangeran Sambernyawa untuk melawan Pakubuwana III dan VOC.
VOC mengirim pasukan untuk membantu Pakubuwana III, tetapi pemberontakan terus berlanjut. Baru pada tahun 1755, Pangeran Mangkubumi melepaskan diri dari Pangeran Sambernyawa dan menerima tawaran perdamaian dari VOC di Giyanti.
Ia melakukannya karena merasa tidak sejalan dengan Pangeran Sambernyawa yang lebih radikal dan ingin menghapuskan kekuasaan VOC sama sekali. Ia juga ingin mengakhiri perang yang telah menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan.
Isi Pokok Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti terdiri dari 12 pasal yang mengatur pembagian wilayah dan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat. Isi pokok perjanjian ini adalah sebagai berikut:
- Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono I dengan hak turun temurun kepada pewarisnya. Ia mendapatkan separuh wilayah Mataram sebelah barat sungai Opak, dengan ibu kota di Yogyakarta.
- Pakubuwana III tetap menjadi Susuhunan Mataram dengan hak turun temurun kepada pewarisnya. Ia mendapatkan separuh wilayah Mataram sebelah timur sungai Opak, dengan ibu kota di Surakarta.
- VOC berhak menentukan siapa yang akan menguasai kedua kerajaan tersebut jika terjadi perselisihan atau pergantian takhta.
- VOC berhak menguasai pantai utara Jawa dan Madura, serta memungut pajak dari perdagangan di sana.
Baca Juga: Mitos Nyi Roro Kidul Konon Pernah Bantu Mataram Melawan Belanda Dengan Pasukan Lautnya
KOMENTAR