Advertorial
Intisari-online.com - Ratu Elizabeth IInaik takhta Inggris dari 6 Februari 1952, hingga kematiannya pada 8 September.
Selama masa pemerintahannya, gerakan pembebasan nasional dan komunis menyebar ke seluruh koloni.
Mereka menuntut kemerdekaan dari pemerintahan Inggris, namun sering kali disambut dengan represi brutal oleh pasukan pendudukan inggis.
Tak jarang pemerintah Inggris halalkan segala cara untuk mengamankan dominasi wilayahnya, meski dengan cara brutal.
Pada tahun 1952, setelah puluhan tahun marginalisasi ekonomi, perampasan, dan kekerasan di tangan rezim Inggris.
Sekelompok militan Kenya, yang dikenal sebagai pemberontak Mau Mau, melancarkan pemberontakan anti-kolonial terhadap pemukim kulit putih dan loyalis Afrika di negara mereka.
Pemberontakan ini merupakan respons terhadap puluhan tahun penjajah Inggris yang merebut semakin banyak tanah dari penduduk Kenya.
Dengan tujuan untuk diberikan kepada pemukim kulit putih, memaksa penduduk setempat menjadi tenaga kerja berupah rendah di pertanian pemukim.
Organisasi-organisasi nasionalis, seperti Uni Afrika Kenya, sering memohon kepada otoritas Inggris untuk reformasi tanah dan hak-hak politik yang sama tetapi tidak berhasil.
Pada bulan Oktober tahun itu, Inggris memindahkan bala bantuan militer ke Kenya untuk memadamkan pemberontakan ini.
Mereka meluncurkan kampanye kontra-pemberontakan brutal, dan melemparkan lebih dari seratus ribu Kikuyu, Neru dan Embu Kenya ke kamp-kamp penahanan.
Di mana mereka menjadi sasaran interogasi, penyiksaan, pemukulan dan pelecehan seksual.
Pada tahun 1960, menurut Komisi Hak Asasi Manusia Kenya, Inggris telah membunuh, membuat cacat atau menyiksa 90.000 orang Kenya, dan menahan 160.000 di kamp-kamp.
Meskipun Mau Mau dikalahkan, pemberontakan memainkan peran kunci dalam mencapai kemerdekaan Kenya pada tahun 1963.
Atas kekejaman itu, suku Talai dan Kipsigis di Kenya meminta ganti rugi 200 miliar dollar dari pemerintah Inggris sebagai ganti rugi atas pencurian tanah dan kejahatan kolonial.
Penyesalan pemerintah Inggris atas pelanggaran kolonial terhadap warga Kenya selama pemberontakan Mau Mau tahun 1950-an.
Kemudian menerima kesepakatannya untuk membayar 30 juta dollar AS sebagai kompensasi kepada para penyintas.
Ini adalah pertama kalinya Inggris mengaku bersalah atas pelanggaran era kolonial, tidak hanya di Kenya tetapi di mana pun, menurut sejarawan Harvard Caroline Elkins.
Itu juga merupakan pengakuan penting oleh Inggris bahwa kerajaannya jauh lebih kejam dan kotor daripada yang disampaikan oleh lirik indah "Rule Britannia", menurut Elkins, yang berada di Nairobi untuk pengumuman tersebut.
"Ini pertama kalinya pemerintah Inggris mengakui bahwa itu bukan kerajaan yang diklaimnya," kata Elkins, penulis buku pemenang Hadiah Pulitzer "Imperial Reckoning: The Untold Story of Britain's Gulag in Kenya".
Baca Juga: Indonesia sampai Malaysia Kena, Inilah Rumor Kekejaman Inggris Selama Pemerintahan Ratu Elizabeth II