Intisari-Online.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat heboh karena memanggil semua pejabat dalam Instansi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Pada Jumat (14/10/2022), seluruh Kapolda dan Kapolres se-Indonesia, serta seluruh pejabat Markas Besar Instansi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dipanggil menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan pertemuan yang di Istana Negara itu punya beberapa peraturan.
Misalnya para anggota Polri itu harus datang tanpa membawa tongkat komando dan penutup kepala, naik bus ke Istana Negara, tanpa ajudan, dan tanpa ponsel.
Mereka hanya boleh membawa kertas dan pulpen.
Banyak yang menduga bahwa Presiden Jokowi ingin menyampaikan banyak hal terkait masalah yang menimpa Polri dalam beberapa bulan terakhir.
Termasuk menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Sebagai orang nomor 1 di sebuah negara, seorang Presiden memang punya banyak wewenang. Termasuk melakukan reformasi di kepolisian.
Seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden Georgia Mikheil Saakashvili ketika dia terpilih sebagai Presiden pada Januari 2004.
Saat itu, Presiden Saakashvili melakukan reformasi besar-besaran di dalam negara. Termasuk mereformasi lembaga kepolisian.
Awal-awal, dia menaikkan gaji aparat kepolisian hingga 20 kali lipat.
Tujuannya agar cara ini bisa mengurangi korupsi. Namun rupanya tidak berhasil.
Alhasil, Presiden Saakashvili melakukan sesuatu yang luar biasa, yaitu memecat 30.000 polisi lalu lintas.
Setelah itu, dia mrekrut orang-orang baru.
Mereka diberikan gaji besar tapi harus berjanji tidak akan melakukan korupsi.
Apa yang dilakukan oleh Presiden negara pecahan Uni Soviet ini sukses besar.
Warga Georgia yang awalnya tidak suka pada polisi perlahan-lahan mulai kembali mempercayai mereka.
Bahkan untuk sekedar laporan kunci hilang atau urusan binatang peliharaan mereka saja, masyarakat mau mengadu ke polisi.
Sebab para polisi itu benar-benar ramah kepada masyarakat.
Baca Juga: Catat, Inilah Beberapa Arti Mimpi Menikah Menurut Primbon Jawa
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR