Sasaran utamanya adalah bagian sisi Barat Ciliwung, yang ternyata telah dikosongkan atas perintah Jan Pieterzoon Coen.
Gelombang kedua dilancarkan tanggal 11 September. Kali ini juga tidak menghasilkan apa-apa, karena tenggang waktu antara gelombang pertama dan kedua cukup bagi Kompeni memperbaiki apa yang dirasanya kurang.
Gelombang ketiga adalah serangan yang paling berbahaya bagi Kompeni.
Sepanjang malam tanggal 21 September, pasukan-pasukan Mataram mengepung seluruh kota, termasuk dari arah laut. Dan ternyata Ternyata yang menjadi sasaran adalah benteng Maagdelijn.
Gelombang keempat dan terakhir adalah pada bulan Nopember, akan tetapi serangan inipun tidak membawa hasil apa-apa bagi Mataram.
Sehingga diyakini gelombang serangan ketiga pada tanggal 21 September 1628 itulah yang ditulis Van Rechteren, saat terjadi peristiwa kehabisan peluru dan meriam-meriam diisi dengan kotoran manusia.
Selain Van Rechteren, ada orang lain yang mengalami hangat-hangatnya peristiwa meriam diisi kotoran manusia diperbincangkan orang.
Ia adalah seorang pedagang dari Jerman bernama David Tappen yang pada tahun 1680 tiba di Batavia untuk urusan dagang.
Dalam laporannya yang diterbitkan tahun 1704, ia juga menyebut-nyebut peristiwa mengenai meriam-meriam Belanda yang diisi kotoran manusia karena sudah kehabisan peluru.
Bahkan Raffles di dalam bukunya yang terkenal "History of Java" (Jilid II, 1817, him. 154) menceritakan bagaimana keadaan Belanda dalam benteng Maagdelijn itu kehabisan peluru sehingga mereka lalu menggunakan batu dan benda-benda keras lainnya sebagai isi meriam, untuk kemudian ia mengatakan:
"… even this resource failed; and as a last expedient, bags of the filthiest ordure were fired upon the Javans whence the fort has ever since borne the name of Kota Tahi...." (" bahkan alat inipun gagal; dan sebagai usaha terakhir, berkantung-kantung kotoran ditembakkan ke arah orang-orang Jawa sehingga sejak saat itu benteng tadi bernama KotaTahi ..").
Sehingga dengan keterangan Raffles itu makin diyakini serangan di benteng Holandia atau benteng Maagdelijn itulah saat Kompeni terpaksa menggunakan kotoran manusia sebagai peluru.
Baca Juga: Sultan Agung Utus Algojo Penggal Kepala Panglima Usai Kalah Lawan VOC
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR