Setidaknya ada 5 perusahaan besar asing yang sempat turut mengeluarkan sumber daya alam Indonesia yang tak terbarukan tersbut.
Salah satu perusahaan itu adalah perusahaan asal Amerika Serikat, Chevron. Perusahaan ini memproduksi minyak paling banyak di Indonesia melalui anak usahanya yaitu Chevron Pacific Indonesia.
Kemudian ada perusahaan asal Prancis, Total, yang menguasai operasi blok Mahakam di Kalimantan Timur dengan anak usahanya yaitu Total E&P Indonesie.
Lainnya adalah perusahaan asal Inggris British Petroleum, yang menguasai 37,16 persen saham di proyek Tangguh yang merupakan lapangan gas sekaligus kilang LNG.
Juga ConocoPhillips dan ExxonMobil yang keduanya merupakan perusahaan asal Amerika Serikat.
Terkait apakah migas Indonesia dikuasai asing, sempat ditanggapi oleh ekonom Faisal Basri pada 2016 lalu.
Saat itu viral peta bergambar bendera negara-negara asing, yang dalam keterangannya disebut bendera tersebut mewakili lokasi anjungan dan atau kilang minyak dan gas Indonesia.
Melansir Kompas.com, menanggapi hal tersebut, Faisal Basri mengatakan bahwa gambar itu hanyalah 'rumor'.
Ia menjelaskan bahwa perusahaan minyak paling besar di Indonesia dan perusahaan pemilik sumur migas paling banyak adalah perusahaan nasional milik negara.
Bukan hanya itu saja, ia pun menjelaskan bagaimana skema pengelolaan lapangan migas di Indonesia saat itu.
Dikatakannya bahwa sektor hulu migas di Indonesia punya skema kontrak yang spesifik, baik untuk proses pencarian cadangan (eksplorasi) maupun saat pengambilan (eksploitasi).
Prinsip dasar untuk kontrak migas yang berlaku di Indonesia adalah bagi hasil atau bahasa teknisnya adalah production cost sharing (PSC).
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR