Intisari-Online.com - Kasus pencabulan dengan tersangka MSA (42) yang juga anak kiai Jombang menarik perhatian publik.
Bagaimana tidak kasus pencabulan itu dilaporkan pada 2018. Namun tersangka MSA baru bisa ditangkap pada Juli 2022 ini.
Ada beberapa alasan mengapa tersangka MSA sulit sekali ditangkap.
Salah satunya karena anak kiai Jombang ini bersembunyi di dalam area pondok pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah.
Karena selalu mangkir dipanggil polisi, pada akhirnya tersangka MSA masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Beberapa kali dia dijemput. Namun berakhir dengan hadangan para santri dan simpatisan pondok pesantren.
Puncaknya, polisi melakukan jemput paksa pada 3 Juli 2022.
Meski polisi harus menunggu selama berjam-jam dan tetap dihadang massa, polisi berhasil masuk ke area pondok pesantren.
Lalu ayah MSA, kiai Jombang berjanji akan mengantarkan anaknya ke Polda Jawa Timur.
Pada Kamis (7/7/2022), tersangka MSA menyerahkan diri.
Sejak kejadian itu, nama pondok pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah menjadi rusak.
Bahkan Kementerian Agama (Kemenag) langsung mencabut izin operasional pondok pesantren.
Sejak itu, tanda daftar dan nomor statistik pesantren Shiddiqiyyah dibekukan per Kamis (7/7/2022).
Ini karena para santri dan simpatisan dari pondok pesantren yang berlokasi di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim) itu dianggap mengganggu penyelidikan polisi.
Namun selain itu, menurut Kemenag, kasus pencabulan itu bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
Akan tetapi, pada Senin (11/7/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pencabutan izin operasional itu dicabut.
Pesan Presiden Jokowi itu dia sampaikan melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, yang juga Menteri Agama Ad Interim.
"Presiden meminta supaya ada perhatian kepada lembaga-lembaga pendidikan."
"Termasuk di dalamnya lembaga pesantren agar hal (kekerasan seksual) itu tidak terjadi lagi," ucap Muhadjir seperti dilansir dari kompas.com pada Rabu (13/7/2022).
Lanjut Muhadjir, Presiden Jokowi meminta agar kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan tidak terjadi lagi.
Dan siapa pun pelakunya harus ditindak tegas.
Akan tetapi, Presiden Jokowi juga ingin kementerian dan lembaga terkait tidak hanya fokus pada tersangka, tapi juga fokus pada para santri yang bersekolah di pondok pesantren tersebut.
Dia ingin para santri yang bersekolah di sana atau para santri yang menjadi korban mendapat trauma healing.
"Harus ada semacam trauma healing untuk para santrinya. Kemudian jangan sampai kejadian itu terulang lagi," tegas Muhadjir.
Oleh karenanya, Presiden Jokowi ingin para santri di sana tetap bisa melanjutkan pendidikan dengan tenang.
"Atas arahan Pak Presiden dan sesuai dengan arahan Beliau supaya dibatalkan (pencabutan izinnya)," terang Muhadjir.
Muhadjir juga menyampaikan agar para orangtua tenang. Sebab anak-anaknya punya status yang jelas di pondok pesantren itu sebagai santri.
Sehingga mereka tidak perlu pindah.
Sebab menurut Presiden Jokowi, pondok pesantren itu tetap bisa berjalan normal karena mereka tidak ada sangkut pautnya dengan tersangka.
Dengan begitu, maka pencabutan izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah hanya berlaku selama 5 hari.
Tercatat mulai mulai Kamis (7/7/2022) hingga Senin (11/7/2022).
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR