Advertorial
Intisari-online.com - Indonesia merupakan negara yang besar dengan kekayaan alam yang melimpah.
Salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia adalah minyak dan gas.
Namun, tambang minyak di Indonesia, ternyata sebagian besar justru dikelola oleh perusahaan Asing lantas apa penyebabnya?
Mengutip dari Kompas.com, kabar soal ladang minyak di Indonesia di kuasai asing memang bukan hal baru, kabar ini sempat mencuat 2014 silam.
Namun, dijelaskan oleh ekonom Faisal Basri, menegaskan perusahaan minyak Indonesia memang sebagian besar dikelola oleh asing.
Akan tetapi bukan berarti ladang minyak milik Indonesia dikuasi oleh asing, karena ada kontrak dan kerja sama dalam pengelolaan migas.
Sektor hulu migas di Indonesia memiliki skema kontrak kerja sama yang spesifik, baik proses pencarian cadangan atau yang biasa disebut eksplorasi maupun proses pengambilan atau yang disebut eksploitasi.
Aktivitas hulu migas di Indonesia dijalankan berdasarkan kontrak bagi hasil atau production sharing cost (PSC).
Baca Juga: Pijat Sakit Perut dengan Titik di Lengkungan Kaki, Begini Caranya
Skema ini mengoptimalkan penerimaan negara, sekaligus melindungi dari paparan risiko tinggi, utamanya pada fase eksplorasi.
Kontrak bagi hasil tersebut merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS)
Dalam kerja sama itu, pemerintah diwakili Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Dalam sistem PSC, negara sebagai pemilik sumber daya, sedangkan kontraktor sebagai penggarap.
Selain itumodal atau investasi disediakan oleh kontraktor.
Pengembalian biaya investasi diambilkan dari hasil produksi (cost recovery), sedangkan pengeluaran untuk investasi disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun risiko investasi di masa eksplorasi ditanggung kontraktor.
Jika investasi ternyata dry hole atau tidak menemukan cadangan yang ekonomis, maka tidak akan ada pengembalian biaya investasi karena tidak ada produksi yang dihasilkan.
Pada skema cost recovery, sumber daya migas tetap menjadi milik negara sampai pada titik serah.
Selama sumber daya migas masih berada dalam wilayah kerja pertambangan atau belum lepas dari titik penjualan yaitu titik penyerahan barang, maka sumber daya alam migas tersebut masih menjadi milik pemerintah Indonesia.
Selain itu Bambang Brodjonegoro mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional juga pernah mengungkapkan hal serupa.
Ia mengatakan bahwa modal untuk eksplorasi migas sangatlah besar.
Selain modal yang besar, negara tak sanggup menanggung risiko ekspolorasi migas yang tak kalah besar.
Karena biaya dan eksplorasi migas yang besar, belum tentu ada hasilnya.
Bahkan menyerahkan sebagian besar pengelolaan minyak lewat Pertamina, justru membebani perusahaan plat merah itu.
Karena modal dan risiko yang harus ditanggung oleh Pertamina.
Maka, lebih efisien dengan cadangan minyak yang sudah diproven dan terbukti, dari perusahaan sebelumnya.