Namun, ada desas-desus yang mengatakan bahwa Ranavalona lah yang meracuni suaminya sendiri.
Posisi Ranavalona di kerajaan Madagaskar terancam. Pangeran Rakotobe, putra dari saudara perempuan tertua Raja Radama I, adalah calon pewaris sah takhta.
Namun dalam sistem kepercayaan Malagasi, setiap anak yang mungkin dilahirkan bahkan setelah kematian Radama I, akan dianggap sebagai keturunannya sendiri.
Segera Ranavalona berusaha mengumpulkan pendukung untuk menjatuhkan agenda Pangeran Rakotobe.
Tujuan Ranavalona berikutnya adalah untuk menjadi penerus langsung takhta Kerajaan Madagaskar.
Sebagai anti-Eropa yang keras, Ranavalona I menghapus reformasi yang dilakukan suaminya dalam upaya memodernisasi bangsa Madagaskar.
Dia mengusir para pedagang Eropa, guru, diplomat, dan kesepakatan perdagangan dengan Inggris serta Perancis segera dibatalkan.
Setelah satu pertempuran yang berhasil melawan invasi, ratu yang paling kejam ini menggorok kepala orang-orang Eropa, menancapkannya pada tombak, dan meletakkannya di pantai sebagai ukuran untuk memukul mundur penjajah asing.
Ratu yang paling kejam ini juga melarang ajaran Kristen di Madagaskar.
Pada 1835, Ranavalona I, sang ratu paling kejam ini menyatakan, "Siapa pun yang melanggar hukum kerajaan saya akan dihukum mati, siapa pun.
Ranavalona I mengadopsi metode keras untuk melenyapkan mereka yang mempraktekkan agama Kristen.
Mereka dipukuli, disiksa, dibuat kelaparan, didorong dari tebing, diracun, dipenggal kepalanya dengan sanak saudaranya dibuat untuk menyaksikan adegan kematian yang brutal.
Antara tahun 1837 dan 1856, ratu Madagaskar itu memerintahkan penahanan dan penganiayaan terhadap sekitar 100 orang Kristen.
Wanita paling kejam menyuruh orang-orang Kristen tersebut meminum sari tanaman tangena yang beracun.
Source | : | History |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR