Intisari-Online.com - Pada tahun 1628 dan 1629 terjadi serangan Mataram terhadap Belanda, siapa raja Mataram yang menyerang VOC di Batavia?
VOC yang merupakan kongsi dagang milik Belanda menjadikan Batavia sebagai markas pada tahun 1619.
Sebelumnya, markas VOC pernah berada di Banten dan Ambon. Namun, Batavia dianggap sebagai lokasi yang lebih strategis.
VOC sendiri dibentuk Belanda dengan tujuan untuk menghindari persaingan yang terjadi antarpedagang Belanda di Asia.
Sementara bagi Mataram, kerajaan yang saat itu menguasai sebagian besar pulau Jawa, keberadaan VOC dianggap sebagai penghalang bagi Mataram untuk menguasai Banten.
Saat itu, Banten dan Batavia merupakan dua wilayah di Jawa yang belum dikuasai oleh Mataram.
Kedudukan VOC di Batavia juga dianggap sebagai ancaman karena kerap menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka.
Ditandai oleh hubungan Mataram dan VOC yang semakin memburuk di tahun 1600-an, akhirnya Mataram melancarkan serangan.
Baca Juga: Mengapa VOC Membangun Bandar di Batavia pada Tahun 1619? Ini Alasannya
Raja Mataram yang menyerang VOC di Batavia adalah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma atau yang lebih dikenal sebagai Sultan Agung saja.
Ia merupakan raja Kesultanan Mataram yang memerintahkan pada 1613 - 1645.
Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika atau terkenal juga dengan sebutan Raden Mas Rangsang.
Sultan Agung naik tahta pada 1613 dalam usia 20 tahun.
Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627.
Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, daerah pesisir seperti Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan.
Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah kekuasaan Mataram Islam, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat.
Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi ini membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat lebih tinggi.
Meski pada akhirnya gagal dan terpaksa menarik pasukannya mundur, namun keberaniannya melakukan perlawanan terhadap Belanda menjadi salah satu catatan penting dalam sejarah Indonesia.
Sultan Mataram ini menjadi penguasa lokal pertama yang melawan kehadiran VOC Belanda.
Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628, dipimpin oleh Tumenggung Baureksa, bupati Kendal.
Strategi serangan pasukan Sultan Agung di Batavia pada 1628 adalah dengan membendung Sungai Ciliwung agar benteng VOC kekurangan air.
Meski strategi ini berhasil membuat pihak VOC terjangkit wabah kolera, tetapi dominasi Belanda belum bisa dipatahkan.
Hal itu terjadi karena stamina pasukan Mataram telah terkuras, kekurangan bahan makanan, dan juga kalah persenjataan.
Pada akhirnya, pasukan Mataram memilih mundur dan kembali ke kerajaannya.
Namun, Sultan Agung masih belum menyerah.
Perang Mataram melawan VOC kembali terjadi setahun kemudian, yaitu pada 1629.
Sultan Agung kembali mengirim pasukan untuk menyerang VOC dengan strategi baru setelah belajar dari kekalahan sebelumnya.
Strategi yang diterapkan di antaranya, memperkuat armada militer, meningkatkan jumlah persenjataan, dan membangun lumbung makanan di Tegal dan Cirebon.
Serangan kedua ini dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya.
Dipati Puger dan Dipati Purbaya berhasil membawa 80.000 pasukan Mataram sampai di Batavia. Namun, serangan ini kembali menemui kegagalan.
Meski sudah mengantisipasi hambatan serangan sebelumnya, rupanya Belanda masih saja menemukan cara untuk memukul mundur pasukan Mataram.
Belanda membakar lumbung padi milik pasukan Mataram oleh Belanda.
Dengan dibakarnya lumbung padi oleh Belabda, pasukan Mataram kekurangan bahan makanan dan kelelahan, sehingga memilih untuk mundur.
Meski tidak membawa keberhasilan untuk merebut Batavia secara keseluruhan, tekad dan semangat untuk mengusir VOC menjadi buktu Sultan Agung.
Bahkan sampai akhir hayatnya, Sultan Agung tetap tidak mau berdamai dengan VOC meskipun diberikan tawaran yang cukup menjanjikan.
Sultan Agung wafat di Mataram (persisnya di Bantul) pada 1645 dan dimakamkan di astana Kasultanan Agung.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Baca Juga: Termasuk Perang 38 Menit, Inilah Perang-perang Besar Paling Singkat dalam Sejarah
(*)