Para pemberontak berhasil menggulingkan Amin dan menyatakan Ma’mun sebagai pemimpin, serta merebut kota Baghdad.
Lanjutan kisahnya, Amin berada di kapal terbalik dan ditemukan saat berenang ke pantai, kepalanya dipenggal dan ditombak di gerbang kota.
Zubaidah sangat berduka atas kematian putranya, dia mengenakan pakaian yang terbuat dari kain hitam dari rambut.
Dia menulis syair-syair panjang dan salah satunya sampai ke Ma’mun yang membalasnya dengan janji untuk menjadi putra sejati baginya.
Zubaidah akhirnya kembali ke ibu kota, propertinya dikembalikan padanya, dan Ma’mun tidak memaksanya untuk bergabung.
Pada pertemuan pertamanya dengan Ma’mun, melansir History of Royal Women, laki-laki itu mengaku tidak bertanggung jawab atas kematian Amin.
Dan Zubaidah mengatakan kepada Ma’mun, “Ada hari di mana kalian berdua akan bertemu lagi, dan saya berdoa kepada Allah agar dia mengampuni kalain berdua.”
Selanjutnya, hubungan mereka pun berkembang semakin ramah.
Musa meninggal pada tahun 823, sedangkan Abdallah hidup untuk meneruskan garis keturunannya.
Zubaidah menjadi terkenal karena filantropinya, yang membentang jauh dan luas.
Dia terkenal menyediakan sumber air di sepanjang jalan ke Mekah untuk para peziarah dan pergi haji lima kali ke Mekah sendiri.
Penyediaan sumber air ini tidak mudah karena medannya bergunung-gunung dan bebatuan keras dan akhrinya menghabiskan biaya hampir 2 juta dinar.
Zubaidah meninggal pada 10 Juli 831 pada masa pemerintahan Ma'mun.
Sayangnya, dia sedang jauh dari ibu kota pada saat itu, dan kepala pelayat di pemakamannya mungkin adalah cucunya yang masih hidup, Abdallah.
Sayangnya, penyebab kematiannya belum dicatat, atau tempat penguburannya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR