Advertorial
Intisari-Online.com -Belakangan, Presiden Rusia Vladimir Putinkembali menjadi sorotan setelah melakukan pembicaraan virtual pada Selasa (7/12/2021) dengan Presiden AS Joe Biden, terlebih soal permasalahan Ukraina.
Dalam pertemuan virtual tersebut, Biden memperingatkan Putin akan menanggung akibatnya mengenai Ukraina.
Biden mengatakan, Barat akan menerapkan sanksi ekonomi yang berat dan lainnya jika Rusia “menyeberang" ke Ukraina.
Di sisi lain, Rusia menuntut jaminan agar NATO tidak akan memperluas “ekspansinya” lebih jauh ke timur sebagaimana dilansir Reuters.
Kedua pemimpin tersebut melakukan pembicaraan virtual selama dua jam tentang Ukraina dan sejumlah perselisihan lainnya.
Gedung Putih mengatakan, Biden tidak membuat jaminan apa pun untuk membatasi ekspansi NATO terkait Ukraina.
Sementara itu, Kremlin berujar bahwa Putin mengatakan kepada Biden, adalah hal yang salah meletakkan semua tanggung jawab di pundak Rusia untuk ketegangan saat ini.
Sejauh ini, Moskwa mengungkapkan kejengkelannya atas bantuan militer yang dikirim Barat ke Ukraina.
Menurut Rusia, tindakan tersebut merupakan ekspansi NATO secara merayap.
Tahun 2019 lalu, Putin juga pernah menjadi sorotan dunia ketika ia mengutip ayat Al-Quran.
Saat itu, Putin menyerukan diakhirinya konflik di Yaman dengan mengutip dari Al-Qur'an, seperti diwartakan RT (16 September 2019).
Menurut RT, orang kuat Rusia itu berbicara di ibu kota Turki, Ankara, bersama Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Iran Hassan Rouhani ketika dia mengutip sebuah ayat dari Surah al-Imran.
"Dan ingatlah nikmat Allah atasmu - ketika kamu bermusuhan dan Dia menyatukan hatimu dan kamu, sehingga dengan nikmat-Nya, menjadi saudara," kutip Putin dari ayat Al-Quran surat Ali Imran ayat 103.
Referensi presiden Rusia ke Al-Qur'an dicatat dengan persetujuan oleh Erdogan dan Rouhani, kata laporan itu.
Berkaitan dengan konflik di Yaman, puluhan ribu orang tewas dalam perang saudara Yaman, dan jutaan menghadapi ancaman kelaparan.
Perang di Yaman adalah konflik berkelanjutan yang dimulai pada tahun 2015 antara dua faksi: Abdrabbuh Mansur Hadi memimpin pemerintah Yaman dan gerakan bersenjata Houthi, bersama dengan pendukung dan sekutu mereka.