Indonesia Pernah Jadi Rebutan AS-Rusia, Siapa Sangka Rusia Bongkar Betapa Sulitnya Menjalin Hubungan Dengan Indonesia, Sampai Presiden Vladimir Putin Harus Turun Tangan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Jokowi dan Vladimir Putin
Jokowi dan Vladimir Putin

Intisari-online.com - Pada Maret 2018, Indonesia menjadi biang keladi pertikaian diplomatik Rusia dan Amerika.

Semua ini dilatarbelakangi keputusan Indonesia datangkan 11 jet tempur SU-35 Rusia.

Menurut East Asia Forum, kesepakatan itu memicu diskusi bagimana Rusia merayu Indonesia, bagaimana hal itu cocok dengan postur pertahanan Indonesia.

Biayanya mencapai 1,1 miliar dollar AS, dengan barter minyak kepala sawit dan kopi, untuk membeli jet tempur generasi keempat.

Baca Juga: Bisa Berhadapan Dengan 100.000 Tentara Rusia Jika Perang Terjadi, Jenderal Ukraina Ini Sudah Pasrah Akan Kalah, Tak Ada Peluang Menang Bagi Ukraina, Cuma Bisa Berharap Hal Ini Terjadi

Ada konvergensi kepentingan yang berarti antara Rusia dan Indonesia, diperkuat oleh tren terkini di Asia Timur.

Bagi Indonesia, postur pertahanan yang berwawasan ke depan telah menjadi tujuan strategis utama.

Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah berusaha untuk merumuskan kebijakan luar negeri dan pertahanan yang lebih proaktif yang akan memanfaatkan posisi strategis Indonesia antara Samudra Hindia dan Pasifik.

Bahkan sebelum Jokowi, Indonesia mulai mengubah militernya menjadi minimum essential force.

Baca Juga: Tak Hanya Bangun Piramida untuk Firaun, Inilah Pekerjaan Pria dan Wanita yang Buktikan Ketangguhan Kerajaan Mesir Kuno Hingga Bertahan Selama 3.000 Tahun

Elemen kuncinya adalah modernisasi sistem senjatayang sudah usang.

Ambisi yang lebih kuat lagi adalah bergerak menuju kemandirian dalam produksi militer.

Untuk tujuan ini, Jokowi telah berjanji untuk memasukkan klausul transfer teknologi ke kesepakatan senjata dan meningkatkan pendanaan untuk produksi lokal.

Bagi Rusia, Indonesia telah lama menjadi aset yang kurang diinvestasikan dalam kebijakannya ke arah timur.

Sejak 2012, Rusia tampak tertarik untuk mengembangkan hubungan yang lebih dalam dengan Asia.

Ini dipercepat karena hubungan Moskow dengan Barat memburuk.

Baca Juga: Tak Main-Main! Demi Gertak Barat Hingga Buat Ukraina Tunduk, Bocoran Gambar Ini Ungkap Senjata Rahasia Rusia Ternyata Ikut Dikerahkan, Sudah Dalam Perjalanan ke Ukraina

Rusia sekarang berusaha untuk mendiversifikasi strateginya di Asia untuk memasukkan hubungan yang lebih baik dengan negara-negara Asia Tenggara dan ASEAN.

Namun, di antara negara-negara Asia Tenggara, Rusiahanya menikmati hubungan yang sangat dalam hanya dengan Vietnam, yang didorong oleh sejarah panjang keselarasan Perang Dingin.

Indonesia telah menjadi negara yang sangat sulit untuk dipecahkan bagi Rusia, dengan perdagangan bilateral pada tahun 2017 hanya sebesar 3,2 miliar dollar AS, dengan 2,4 miliar dollar AS merupakan ekspor Indonesia.

Perusahaan-perusahaan Rusia telah bertujuan untuk membangun kilang minyak, pembangkit listrik dan kereta api, tetapi setiap dialog tingkat tinggi tampaknya menghasilkan lebih banyak memo dan tidak banyak bangunan yang sebenarnya.

Kerja sama pertahanan adalah salah satu bidang yang lebih menarik. Asia Tenggara adalah pasar utama bagi eksportir senjata Rusia, dan kerja sama militer-ke-militer yang lebih luas juga menarik bagi Moskow.

Pada bulan Desember 2017, pesawat pengebom Tu-95 Bear Rusia mengunjungi landasan pacu di Indonesia, mengisi bahan bakar dan kemudian melanjutkan untuk berpatroli di Pasifik Selatan.

Baca Juga: Bak Mengulang Sejarah Tahun 1962, Kala Dunia Mencekam Akibat Ancaman Perang Nuklir, Kini Tanpa Sepengetahuan Dunia Ternyata Rusia dan Ukraina Alami Situasi Nyaris Sama

Duta Besar Rusia yang baru untuk Jakarta, Lyudmila Vorobieva yang berpengalaman, meremehkan langkah proyeksi kekuatan, meskipun itu adalah yang pertama dari jenisnya.

Rusia bercita-cita untuk hadir di Asia Tenggara dan harus melibatkan Indonesia.

Presiden Vladimir Putin lalu mempertimbangkan untuk mengunjungi Jakarta tahun2019dan dapat meningkatkan hubungan kedua negara menjadi 'kemitraan strategis', sebuah isyarat yang sebagian besar simbolis tetapi masih signifikan.

Artikel Terkait