Dimarahi orang yang akan digantung
Suatu kali Pierrepoint mendapat tugas mengeksekusi dua orang sekaligus, yaitu Zbiginew Gower dan Roman Redel di Penjara Winchester. la bersama Harry Allen akan menangani Gower. Kirky dan saya disuruh mengurusi Redel.
Sudah ribuan kali saya mempraktikkan pengikatan pergelangan kaki, eh, sekali ini kok rasanya susah betul. Tali kulitnya seperti terlalu pendek 3 inci, sampai rasanya saya tidak percaya memandangnya. Dalam keadaan panik tali jatuh menimpa sepatu Redel. Tahu-tahu orang Polandia itu mengomel dari balik selubungnya, "Kerja yang benar, dong!"
Ternyata kaki Redel kurang rapat. Untung Pierrepoint bersedia menunggu dan untung setelah itu saya masih terpakai. Biasanya kalau algojo salah sedikit saja, habislah kariernya.
Kalau Maksimowski membantu para penggantungnya untuk menyelesaikan tugas dengan cepat, ada lagi yang lebih nekat menghampiri tali gantungan dari dia. Bulan November 1950 saya dipanggil untuk membantu Steve Wade mengeksekusi seorang pelaut bernama Patrick Tournage yang bersalah membunuh seorang pelacur tua. Tournage yang kecil kurus itu sejak di pengadilan menyatakan ingin mati. Jadi, dalam sel ia riang gembira saja, sampai para pengawalnya pun heran.
Hubungan antara pengawal dan narapidana biasanya sulit. Tetapi bukan mustahil antara mereka ada ikatan batin, karena sang pengawal mendampingi siang-malam, menghibur mereka ketika gelisah, berbicara pada saat si terpidana mati ingin berbicara, main kartu kalau diajak main, tutup mulut kalau terhukum ingin kesunyian. Mereka juga bertanya-tanya di dalam hati seperti sang terpidana: apakah akan ada pengampunan?
Karena itulah pengawal si terpidana tidak diharapkan ikut serta dalam eksekusi. Beberapa jam sebelum pelaksanaan hukuman mati, mereka digantikan oleh dua pengawal lain, kecuali kalau terpidana minta agar pengawalnya yang lama ikut hadir.
Wade meminta seorang pengawalnya yang lama untuk menemani saat-saat terakhimya. Tournage menoleh, ketika Wade dan saya masuk. Wajahnya ketakutan, tapi cuma sekejap. Setelah itu ia seperti tersenyum. Tornage bangkit dan bersebelahan dengan pengawalnya ia mengikuti Wade. Kejahatannya memuakkan publik, tetapi sikapnya pagi ini sungguh mengagumkan. Dengan tabah ia mendekati tali gantungan.
Mendengus
Teknik menggantung orang boleh dikatakan sudah sempurna saat saya menjadi asisten algojo. Terhukum segera tewas tanpa menderita. Tidak demikian halnya di akhir abad XIX. Sering terhukum sampai mesti terkejat-kejat dulu karena jiratan tidak cukup kuat untuk mematahkan lehernya. Kematian pun berlangsung tidak segera. Hal itu sama sekali tidak terjadi. Karena itulah jarak jatuh mesti cukup panjang.
Kalau sampai terpidana belum meninggal, tak ada yang bisa dilakukan, kecuali mengayunkan kakinya supaya ajal lebih cepat menjemput. Adegan yang mengerikan itu hanya terjadi di masa yang lampau. Seorang penggantung pada masa itu, William Marwood, merasa bisa mencegah peristiwa yang tidak diinginkan itu, yaitu dengan memperhitungkan panjang jatuh.
Suatu hari datang tawaran untuk menggantung Norman Goldthorpe, seorang pembunuh brutal. Saya menerimanya. Ternyata Pierrepoint dan Steve Wade harus menggantung orang lain pada hari itu, sehingga tugas sebagai "si nomor satu" jatuh pada Harry Kirk. Ketika saya datang ke Penjara Norwich, Kirky sudah ada di sana. Kami mengintip Goldthorpe yang ternyata kurus sekali, sehingga Kirky berniat memberinya jarak jatuh yang panjang.
Bertugas dengan Kirky lain sekali daripada dengan Pierrepoint atau Wade. Kirky senang bercanda dan tidak sekeras Pierrepoint dalam hal melewatkan saat-saat menjelang penggantungan. Malam itu kami minum-minum bir. Pengawal kami yang masih muda segera akrab dan ikut bercanda. Pokoknya, malam itu meriahlah suasana di kamar kami tanpa kehadiran The Boss (Pierrepoint). Mulut Kirky juga lebih longgar. la menceritakan pengalamannya menggantung para penjahat perang. Katanya, pernah suatu pagi mereka menggantung sampai 22 orang. Jenazah boro-boro dibiarkan tergantung sejam. Begitu selesai dijatuhkan ke pintu jebakan, lantas diperiksa oleh dokter, lalu jiratannya dibuka, dipasang lagi untuk orang berikutnya.
Keesokan harinya kami menjemput Goldthorpe. Semua berlangsung seperti biasa, tapi ketika Goldthorpe berhenti merosot, kami mendengar suara dengus dari ruang bawah. Sekali lagi, sekali lagi .... Suara itu keluar dari balik selubung kepala!
Celaka! Saya belari ke bawah diikuti oleh dokter. Suara dengus masih terdengar, tetapi berhenti begitu saya memasang tangga. Saya menarik kemeja Goldthorpe. Dokter menempelkan stetoskopnya. "Sudah meninggal! Sudah meninggal!" serunya. Kentara betul ia lega. Saya memegang tali yang melingkar di leher Goldthorpe. Ternyata jari saya bisa masuk di antara leher dan tali!
Dokter mengangguk, "Tapi lehernya patah. Ia meninggal sekejap itu juga," katanya. "Yang tadi itu cuma reaksi otot."
Kirky kelihatan lesu dan tak mengucapkan sepatah kata pun. Ketika kami memeriksa kembali, ternyata semuanya beres. Ukuran-ukuran sesuai dengan peraturan. Tapi ketika kami membuka kerudung kepala, baru ketahuan bahwa kain kerudung itu sebagian menyelip di lubang kalung. Kain secuil itulah yang membuat tali tidak erat menjirat leher Goldthorpe!
Sejak itu saya tidak pernah bertemu dengan Kirky lagi.
Ada hal lain lagi yang ingin saya ceritakan tentang Goldthorpe. Ketika saya hampir meninggalkan penjara, seorang pengawal menghampiri.
"Hadiah untuk Anda," katanya sambil menyerahkan sebungkus rokok. "Hadiah dari dia."
"Siapa dia?"
"Golthorpe! la berpesan agar diberikan kepada tukang gantung." Astaga!
Didekati penyogok
Sejak pengalaman Kirky itu saya tahu bahwa karier saya sebagai penggantung orang pun bisa berakhir. Saya agak risau. Bagi tukang las di pertambangan, pekerjaan sebagai algojo sungguh berharga, karena memungkinkan saya untuk bepergian ke kota-kota jauh, berkenalan dengan orang-orang dari tingkat yang lebih tinggi, dan mendapat penghargaan karena mengeksekusi penjahat.
Suatu hari ketika saya menjemput Pierrepoint karena kami bersama-sama mendapat tugas mengeksekusi Nicholas Crosby di Penjara Manchester, saya didekati salah seorang tamu pub Pierrepoint. la mengaku teman Pierrepoint. Dengan licinnya ia mengajak saya "berbisnis". la meminta saya memasang kamera kecil di balik dasi baju saya untuk memotret adegan penggantungan. Imbalannya besar sekali, berlipat-lipat gaji tukang las tambang atau tukang gantung orang sekalipun!
Walaupun ia licin sekali, untungnya saya tidak terpeleset. Saya tidak senang kepadanya. Saya menolak. Saya malah melapor pada Albert Pierrepoint, tapi orang itu sudah pergi.
Tahun 1950 merupakan tahun sibuk. Saya membantu menggantung 19 kali yang dilakukan di Inggris tahun itu.
Panggilan pertama yang saya terima di tahun berikutnya ialah untuk ikut menggantung tiga orang dalam waktu dua hari di Penjara Wandsworth. Di penjara inilah saya bertemu dengan dua Harry Allen. Yang pertama Anda sudah kenal, yaitu Harry penjual es krim sahabat saya. Harry yang lain berasal dari Manchester,
la mengenakan dasi kupu-kupu!
Setelah melihat tujuh penjara, saya mengira semua kamar eksekusi sama saja. Ternyata saya keliru. Di Wandsworth ini kamar eksekusinya bukan main. Semua serba berkilat saking bersihnya, termasuk lantainya. Bahkan ujung tali gantungan pun mempunyai embel-embel hiasan warna-warni.
Joseph Brown dan Edward Smith adalah pembunuh seorang tua pemilik toko, sedangkan James Virrels yang berumur 55 tahun membunuh induk semangnya gara-gara bertengkar soal roti isi selai.
Pierrepoint dan saya menggantung Smith, sedangkan kedua Harry Allen menangani Brown. Penggantungan dilakukan berbareng. Semuanya lancar. Itulah terakhir kalinya saya bekerja sama dengan Harry Allen sahabat saya. Saya dengar kemudian dari Pierrepoint bahwa ia terpaksa melepaskan pekerjaan sambilan ini, karena diancam akan dipecat oleh bosnya, juragan es krim.
Keesokan harinya tinggal Pierrepoint dan saya mengurusi Virrels. Ia kelihatan tua sekali dan sangat ketakutan. Walaupun sulit, ia bisa berjalan sendiri ke penggantungan. Ketika tiba saat membuka pakaiannya, saya dapati ia mengeluarkan kotoran. Tidak benar cerita orang bahwa semua korban hukuman gantung kehilangan kontrol atas pengeluarannya. Dari pengalaman saya, cuma Virrels sendiri yang demikian.
Bernafsu ingin digantung
Bulan April 1951, ketika James Inglis akandijatuhi hukuma mati, Hakim Gorman bertanya, "Barangkali ada sesuatu yang ingin Anda katakan?"
Inglis menjawab, "Saya merasa diadili dengan adil. Kini yang saya inginkan hanya satu: secepatnya digantung."
Hadirin begitu terkejut, tetapi Inglis memang bukan asal berbicara. Inglis tersenyum ketika kami menjemputnya di sel. Kedua belah tangannya ia kebelakangkan tanpa diminta. Sambil tersenyum ia lengah ke ruang eksekusi. Hampir saja Pierrepoint ia tinggalkan di belakangnya! Terpaksa dua pengawal dan saya terbirit-birit membuntutinya. Kami seperti berlari ke ruang eksekusi. Sebelum saya sempat berdiri tegak di tepi pintu jebakan, Inglis sudah merosot ke bawah. "Tujuh detik!" seru pemegang stopwatch. Bahkan Pierrepoint yang sudah menggantung lebih dari enam ratus orang merasa tercengang, apalagi para pejabat penjara.
"Buset, saya dikejar narapidana yang akan digantung!" katanya.
Setelah itu saya masih mengeksekusi beberapa orang lagi. Kemudian karier saya sebagai penggantung orang berakhir tiba-tiba secara misterius.
Terakhir saya menggantung orang di Winson Green, Birmingham. Leslie Green dijatuhi hukuman gantung karena membunuh seorang wanita dengan kejam. Ia begitu brutal, sehingga sampai saat terakhir pun tidak menunjukkan penyesalan. Untuk membantu mengeksekusi Green saya mendapat honor 5 guinea, bukan 3 guinea seperti biasanya. Namun, sejak itu saya tidak pernah mendapat kesempatan menggantung orang lagi.
Konon saya berbuat kesalahan ketika melakukan eksekusi di Wandsworth. Namun, karena saat itu saya sudah menerima tawaran untuk menggantung Green, kesempatan itu tidak dicabut lagi.
Di Wandsworth, Pierrepoint tidak banyak cakap dan kedua pengawal juga begitu, sehingga saya menyalurkan kebutuhan saya untuk berbicara dengan orang-orang yang hadir. Saat itu jumlahnya agak lebih banyak daripada biasa. Saya tidak tahu bahwa orang yang saya ajak berbicara itu antara lain kepala penjara di Birma, yang diundang menyaksikan hukuman gantung di Inggris. Mungkin ada kata-kata saya yang kurang berkenan.
Selain itu ketika membuka pakaian korban sehabis ia digantung, saya sempat berkomentar karena begitu terkesan dan kagum melihat alat vitalnya yang berukuran istimewa. Rupanya hal itu dianggap kurang pantas.
Sebenarnya setelah itu saya masih mendapat beberapa tawaran. Cuma saja semua dibatalkan, karena mereka tidak jadi dihukum mati. Amplop cokelat murahan yang terakhir datang tanggal 22 Januari 1952.
Undangan tetap tak datang ketika saya berganti profesi menjadi pengelola kantor pos. Sekarang saya sudah pensiun. Sudan lebih dari 35 tahun berlalu sejak saya terakhir membantu menggantung orang. Hukuman mati pun sudah dihapuskan di Inggris (1965) dan undang-undang kerahasiaan yang harus dipegang algojo sudah diubah. Sampai saat ini saya masih tetap yakin akan manfaat hukuman mati. Soalnya, 22 tahun setelah hukuman mati dihapuskan, 37 orang meninggal dibunuh oleh orang yang pernah membunuh sebelumnya.
Orang sering bertanya: apakah saya tidak pernah dihantui oleh orang-orang yang saya gantung? Memang pernah saya bermimpi seram dua kali. Dalam mimpi itu saya menjadi terpidana mati. Tangan saya ditelikung, lalu saya digiring ke tali gantungan. Saya berteriak-teriak dan terbangun dalam keadaan berkeringat dingin. Pada mimpi yang pertama saya cuma tiba di pintu ruang eksekusi. Pada mimpi kedua saya sempat sampai di atas pintu jebakan. Mudah-mudahan sih saya tidak bermimpi untuk ketiga kalinya. (9 Kisah Nyata)
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR