Lutut lemas
Pukul 08.55 pintu terbuka. Seorang sipir masuk. "Sudah saatnya," kata Wade sambil bangkit. "Kalian siap?" Saya mengangguk. Kirky memandang saya dan tersenyum. "Lakukanlah baik-baik, Nak," katanya.
Saya mengikuti Wade ke luar ruangan. Di depannya berjalan sipir, sedangkan Kirky dan Harry membuntuti saya. Dekat sel terpidana kami bertemu dengan rombongan kepala penjara, yang berjalan di belakang kami.
Tiba-tiba keheningan dipecahkan oleh suara orang bernyanyi dari dalam sel, suara yang serak dan gemetar. Saya hampir tidak percaya pada telinga saya. Setelah itu terdengar suara yang lebih mantap ikut menyanyi, "Biarlah aku terbang ke haribaan-Mu."
Diiringi suara nyanyian itu kami tiba di muka pintu sel. Selama 30 detik kami meninggu terpidana nomor dua bernyanyi bersama pendetanya. Di muka pintu no. 1 Wade berdiri bersama saya, Kirky dan Harry di muka pintu no. 2, kepala penjara dan rombongan di muka pintu kamar eksekusi.
Jarum jam berdetak mendekati pukul 09.00. Lalu kepala penjara mengangguk seraya memberi isyarat dengan tangan. Wade maju ke pintu, saya mengikuti di belakangnya. Sel tampak penuh, karena ada pendeta yang wajahnya pucat dan dua sipir.
Begitu saya masuk, saya lihat terpidana yang membelakangi kami bangkit. Wade menggamit tangan kirinya dan saya menggamit tangan kanannya. la tidak melawan. Semua berjalan dengan cepat sekali. Wade melangkahi ambang pintu kuning. Karena terpidana diam saja, saya menaruh tangan di pundaknya. Begitu didorong dengan lembut, ia segera mengikuti Wade. Sipir mengapitnya di kiri dan kanan. Di tengah pintu jebakan Wade menstopnya. Saya segera menarik pengikat dari saku, berjongkok dan mengikat pergelangan kakinya. Ketika saya siap, saya lihat Wade sudah selesai menyelubungi kepala dan memasang tali leher.
Saya menoleh ke sebelah kami. Kosong! Ke mana Kirky dan Harry? Ada kesulitan apa? Pasti tidak ada perkelahian, sebab tidak terdengar apa-apa. Kami menunggu tanpa bersuara. Rasanya lamaaaa sekali. Gantungan kembar mesti selesai dalam waktu 15 menit, tetapi sudah 45 menit terpidana yang satu berdiri, belum juga muncul yang lain.
Tahu-tahu muncul sipir di pintu. Sementara itu terpidana yang sedang menunggu tampak bergoyang, seperti akan semaput. Celaka!
Saat itu Kirky melesat masuk diikuti oleh terpidana dan Harry. Wajah Kirky tampak merah dan ia senewen. Wade segera maju dan menstop terpidana no. 2 di tanda kapur. Dengan gesit selubung dipasangnya dan tali leher dikalungkan. Saya tak sempat melihat Harry yang bertugas melompat menyentuh pengungkil. Bunyi berdebum terdengar. Kedua terpidana merosot, lalu berhenti. Tali tegang, tidak bergerak-gerak. Mereka sudah tewas.
Kirky pergi membuka pintu jebakan kecil di samping untuk mendekati jenazah. Saat itu dokter muncul. Kancing berjatuhan ketika baju jenazah pertama ditarik. Dokter mengangkat stetoskopnya untuk ditempelkan di dada jenazah yang kepalang miring ke sebuah sisi karena lehernya patah.
Proses itu diulangi pada jenazah kedua. Saat itu lutut saya rasanya gemetar. Bukan karena eksekusi, tetapi karena hampir terjadi malapetaka. Bayangkan, kalau terpidana no. 1 keburu pingsan!
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR