Advertorial
Intisari-Online.com - Dalam sejarah, kaisar China identik dengan kepemilikan atas banyak wanita.
Para kaisar China terkenal mengoleksi banyak selir, bahkan dibangun tempat khusus untuk tempat tinggal para gundik kaisar.
Namun, kebiasaan kaisar China tersebut diwarnai oleh kekejaman yang mengerikan.
Era Dinasti Ming menjadi masa di mana terjadi kekejaman mengerikan terhadap para selir istana.
Terjadi pelecehan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap wanita yang dijadikan selir para kaisar.
Melansir ancient.origins.net, Dinasti Ming Cina berlangsung selama 276 tahun (1368 – 1644 M), dan telah digambarkan sebagai “salah satu era terbesar pemerintahan yang tertib dan stabilitas sosial dalam sejarah manusia.”
Dinasti ini menjadi negara adidaya global, melakukan ekspedisi laut besar sebelum Christopher Columbus, dan memproduksi buku sebelum penemuan mesin cetak di Inggris.
Di balik pujian terhadap Dinasti Ming karena stabilitas dan inovasinya itu, rupanya ada fakta gelap dan mengerikan.
Kekejaman kaisar Ming tidak mengenal batas, dan secara khusus ditargetkan terhadap selir kekaisaran.
Beberapa kaisar Ming memiliki lebih dari 9.000 selir, banyak di antaranya telah diculik dari rumah mereka dan dilarang meninggalkan penjara berlapis emas mereka kecuali ketika mereka dipanggil ke tempat tidur kaisar.
Karena praktik biadab mengikat kaki sangat menonjol saat itu, para wanita yang tertatih-tatih tidak dapat melarikan diri atau bahkan berjalan ke kamar tidur kaisar.
Masing-masing kaisar yang berkuasa dari Dinasti Ming memiliki cerita kekejamannya terhadap para selir.
Misalnya Kaisar Hongwu, yang merupakan pendiri Dinasti Ming.
Dia mengurung selir dan menyiksa mereka. Kebanggaan dan kecemburuannya mendorongnya untuk mengendalikan setiap aspek kehidupan para wanita itu.
Untuk terus mengendalikan mereka bahkan setelah kematiannya, ia memulai tradisi di mana selir akan dibunuh, dipaksa untuk bunuh diri, atau dikubur hidup-hidup bersama kaisar yang telah meninggal.
Penguasa selanjutnya, Kaisar Yongle, menciptakan ibu kota kedua bagi Cina, selain Nanjing, dan menamakannya Beijing seperti yang masih disebut sampai sekarang.
Di ibu kota baru itu, ia membangun "Kota Terlarang," Istana kekaisaran Cina di Beijing, yang berlangsung dari 1420-1912.
Pada 1421, tak lama setelah Yongle meluncurkan Kota Terlarang pada Hari Tahun Baru, ada desas-desus bahwa salah satu selir favorit kaisar telah bunuh diri karena dia berselingkuh dengan seorang kasim istana karena impotensi kaisar.
Dipermalukan, kaisar pun mulai membungkam semua yang tahu tentang situasi tersebut serta semua orang yang terlibat.
Dia kemudian mengumpulkan 2.800 wanita dari haremnya dan menyuruh mereka semua dieksekusi dengan cara diiris.
Kaisar Zhengde yang terkenal tidak tertarik pada pemerintahan dan permaisuri juga tak lepas dari kekejaman terhadap para gundiknya.
Bosan dengan selir, dia akan menyelinap keluar di malam hari, menyamar, dan datang ke rumah bordil.
Namun, itu tidak menghentikannya untuk mengumpulkan begitu banyak selir sehingga.
Konon, saking banyaknya selir yang dimilikinya banyak dari mereka yang mati kelaparan, tidak ada cukup makanan untuk memberi makan mereka atau ruang untuk menampung mereka.
Banyak sejarawan mengklaim bahwa pemerintahan Zhengdelah yang menyebabkan jatuhnya Dinasti Ming.
Sementara penggantinya, Jiajing terobsesi untuk menemukan ramuan untuk memberinya kehidupan abadi.
Dia percaya bahan utama dalam ramuan tersebut adalah darah menstruasi perawan, sehingga selama masa pemerintahannya, dia memerintahkan ribuan gadis ditangkap dan dibawa ke Kota Terlarang untuk “dipanen.”
Untuk memastikan bahwa tubuh mereka murni, makanan mereka terbatas pada murbei dan embun.
Banyak yang meninggal karena kelaparan karena diet kejam itu.
Dinasti Ming memiliki begitu banyak kekejaman terhadap selir dan para wanita.
Meski, di antara kekejaman itu, ada satu kaisar Ming yang membatasi perselingkuhannya dan tidak pernah didokumentasikan melakukan kekejaman terhadap anggota istananya.
Dia adalah Hongzi, kaisar Ming kesembilan dan ayah dari Zhengde.
Mungkin itu tak lepas dari pengalaman masa kecilnya, di mana dia melihat jenis kehidupan yang berasal dari banyak pernikahan, ribuan selir, dan kekejaman terhadap semua.
(*)