Mereka percaya menggulingkan politik parlementer di Jepang bisa menciptakan kerajaan Jepang yang luas yang diperintah oleh seorang kaisar otokratis.
Pada bulan September 1931, sebuah pemboman di rel kereta api milik Jepang memberikan alasan yang dibutuhkan oleh Tentara Kwantung untuk menduduki seluruh Manchuria dan mengklaimnya sebagai negara pro-Jepang baru yang kemudian dikenal sebagai Manchukuo.
Pada tanggal 28 Januari 1932, insiden lain membawa Jepang dan Kuomintang ke jurang permusuhan terbuka.
Setelah pengambilalihan Manchuria oleh Kwantung, warga China mulai memboikot semua barang Jepang.
Sebagai tanggapan, tentara dan pelaut Jepang dikerahkan ke Shanghai, pelabuhan terpenting di Asia dan kota terbesar di China, untuk melindungi nyawa dan harta benda Jepang.
Saat fajar pada tanggal 28, kapal Jepang Notoro meluncurkan pesawat amfibi yang menjatuhkan suar di seluruh Shanghai untuk menyembunyikan pendaratan Pasukan Angkatan Laut Khusus (SNLF) elit Jepang.
SNLF segera mulai bertempur dengan Tentara Rute ke-19 NRA.
Hari berikutnya, lebih banyak pesawat amfibi terbang di atas Shanghai.
Mereka diperintahkan untuk mengebom sasaran militer.
Namun, karena cuaca buruk, pesawat Jepang membom sebagian besar sasaran sipil.
Sejarawan terhormat Barbara Tuchman kemudian menggambarkan peristiwa ini sebagai "pengeboman teror" pertama di dunia, yang berarti bahwa Tuchman percaya pesawat amfibi Jepang sengaja menargetkan warga sipil Shanghai.
Tuchman dan cendekiawan lainnya menyebutkan jumlah korban tewas 10.000–20.000 warga sipil Tiongkok.
Source | : | Listverse |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR