Advertorial
Intisari - Online.com -Ketakutan luar biasa yang membuat Rusia mengamuk akibat perangnya di Ukraina disiarkan sebelum mata melihat oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.
Berbicara dalam sebuah konferensi pers TV pada 10 Maret setelah pertemuan yang dihentikan dengan Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba di Turki, Lavrov marah mengenai salah satu kekejaman terburuk dari pembantaian.
Ialah pengeboman oleh pasukan Rusia di sebuah rumah sakit bersalin di kota Mariupol.
Bagi yang ingin tahu mengenai salah satu tujuan Presiden Rusia Vladimir Putin menginvasi Ukraina, yaitu untuk "denazifikasi" negara itu, respon Lavrov berikan gambaran mendalam.
Lavrov mengklaim bahwa "Batalion Azov yang sangat radikal" dan "radikal lainnya" mendorong wanita dan anak-anak keluar dari RS dan mereka menduduki RS tersebut, melansir Asia Times.
Dampaknya adalah tuduhan Lavrov atas penggunaan RS untuk militer, yang artinya membenarkan penggunaan senjata Rusia.
Klaim Lavrov bertentangan dengan rekaman TV Ukraina yang dengan jelas menunjukkan wanita hamil ada di fasilitas tersebut.
Kiev mengatakan tiga orang, termasuk seorang anak kecil, terbunuh dalam serangan Rusia.
Kuleba mengecam tanggapan Lavrov.
Pejabat Rusia "hidup dalam kenyataan mereka sendiri," ujarnya.
Media TV internasional, yang kemungkinan tidak memahami apa yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Rusia atau penerjemahnya, mengecam respon Lavrov.
Belum dapat dikonfirmasi mengenai informasi Lavrov, tapi gambar-gambar di TV tidak dengan langsung menyangkal tuduhannya, bahwa pasukan mungkin menggunakan RS sebagai lokasi mereka.
Faktanya, taktik inilah yang Lavrov tuduhkan terjadi di Mariupol, yang terekam terjadi selama peperangan melibatkan pasukan Azov di Donbas.
Sebuah laporan tahun 2016 oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Laporan Ham, "Mengenai situasi HAM di Ukraina pada 16 November 2015 sampai 15 Februari 2016," mendokumentasikan "penggunaan maksimal bangunan sipil dan lokasi-lokasi oleh militer Ukraina dan rezimen Azov… kelompok bersenjata dan pasukan bersenjata Ukraina juga melanjutkan menempatkan pasukan militer di dekat RS."
Sementara para analis fokus pada masalah geopolitik yang keras dan dingin: ekspansi NATO, pengaruh Rusia, kedaulatan nasional, tapi ternyata setan nasionalis gelap bersembunyi di bayang-bayang.
Mengingat latar belakang Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang merupakan seorang Yahudi, dan mandat demokrasinya yang jelas, banyak yang meragukan referensi Putin untuk "denazifikasi".
Namun untuk hubungan Russo-Ukraina, rujukan pada neo-Nazisme tidak sepenuhnya tanpa dasar.
Mereka kembali melampaui konflik pasca Russo-Ukraina 2014, ke front paling berdarah ke perang paling mengerikan.
Untuk kegagalan mendasarnya, Ukraina mengalahkan meridian merah darah. Datarannya yang luas menyediakan koridor invasi timur-barat yang sempurna, dan tanah hitamnya yang kaya didambakan oleh tetangga.
Pada 1930-an dan 1940-an, dua rezim paling kejam di dunia – Uni Soviet Komunis Stalin dan Jerman Nazi Hitler – melakukan perang dan genosida di negara itu.
Sejarah rumit dan berdarah ini bersamaan ideologis ekstrim dengan nasionalisme kekerasan, sedikit diketahui oleh Barat.
Animo terkait ditekan selama era Soviet, tapi kemudian tumbuh lagi mencapai puncaknya setelah runtuhnya Uni Soviet dan bangkitnya negara baru di sekitar batasan kekuasaan Soviet/Czarist.
Kelompok ekstrimis kembali.
Di Ukraina, beberapa kelompok dan politikus berupaya merehabilitasi Stepan Bandera, sebuah nasionalis garis keras Ukraina yang bekerjasama dengan Nazi, dan yang militannya membantai 10.000 warga Polandia dan Yahudi.
Dan saat perang meluas sepanjang Donbas Ukraina, militan garis kanan merebak.
Beberapa merupakan neo-Nazi yang baru diorientasi dan menarik perhatian para relawan supremasi putih, sering dengan latar belakang meragukan, dari seluruh dunia.
Profil tertinggi di antara mereka adalah Azov, digambarkan sebagai "paramiliter nasionalis ekstrimis sayap kanan" oleh Universitas Stanford.
Unit ini kini bukan lagi sebuah militan.
Mereka sudah masuk ke dalam pasukan bersenjata Ukraina.
Pengamat Barat dalam perang yang sedang berlangsung merasakan perasaan bercampur mengenai kehdairan Azov di garis depan.
Bagi Rusia, Azov memunculkan amarah di tahun 1940 dengan mewujudkan nilai-nilai Nazi yang dulu dibentuk oleh Adolf Hitler.