Intisari - Online.com -Valentina Gordeyeva sadar sesuatu datang mendekat ketika pucuk pohon-pohon cemaranya mulai bergetar, tapi ketika ia berlari ke dalam perlindungan di toko terdekat, sebuah pecahan peluru masuk menembus daging di tangan kirinya.
"Aku memegang sebuah tas dan merasa sakit, kemudian aku melihat darah mengalir ke tasku," ujar wanita berumur 65 tahun itu dilansir dari Al Jazeera.
Jempol dan pergelangan tangannya kini diperban setelah ia menjadi salah satu dari empat warga sipil yang terluka dalam ketegangan oleh separatis yang didukung Rusia sejak Kamis lalu.
Menunjuk lokasi di mana ia ditembak dekat sebuah pemberhentian bus di Marinka, Ukraina timur, ia mengatakan sebuah sekolah terdekat juga mengalami kerusakan akibat serangan tersebut.
Kota berisi 10.000 penduduk itu tepat berada di garis depan ketegangan Ukraina-Rusia, dengan pasukan separatis memiliki wilayah hanya beberapa meter dari kota itu.
Kota Marinka berada tepat di luar perbatasan barat Donetsk, ibu kota Donbas, wilayah yang memerdekakan diri yang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia.
Setelah konflik berumur 8 tahun yang telah membunuh lebih dari 14.000 warga, banyak warga yang terbiasa dengan ancaman tembakan senjata.
Sebagian besar bangunan-bangunan kota berdiri dengan bekas dari konflik tersebut, dan atap yang utuh selalu langka.
Namun, dengan ketegangan terhadap Rusia meningkat beberapa hari ini, serangan-serangan ini telah semakin kuat dibandingkan bertahun-tahun yang lalu, menyerang wilayah penduduk, bahkan sampai taman kanak-kanak.
Tembakan senjata telah meningkat di sepanjang garis depan, seperti dikatakan Kementerian Hubungan Dalam Negeri Ukraina pada Sabtu lalu.
Para tentara di garis depan dekat Mariupol, kota pelabuhan di timur negara tersebut mengatakan kepada wartawan Al Jazeera mereka mengalami serangan terberat sejauh yang mereka ingat pada Jumat malam, membagikan rekaman suara mengerikan berisi ledakan.
Sabtu berikutnya, dua tentara Ukraina ditemukan meninggal dan lainnya terluka.
Ketika Al Jazeera mengunjungi Marinka siangnya, suara ledakan bom terdengar dekat.
Ketegangan telah membuat pihak Barat takut jika Ukraina sedang di ambang perang skala penuh yang telah meningkat beberapa minggu lamanya.
Rusia menuduh Ukraina masuk ke dalam wilayah mereka dan melaksanakan sebuah "genosida" terhadap para separatis tersebut.
Pemimpin separatis telah menyerukan evakuasi massal bagi warga sipil Rusia dan menyatakan mobilisasi militer penuh.
Pejabat Ukraina dan AS mengatakan serangan-serangan telah dibangun sebagai dalih untuk invasi Rusia.
Walaupun peringatan apokaliptik di media Barat, banyak warga Ukraina tetap datar menghadapi ancaman meningkat dari Rusia.
Namun dengan gencatan senjata tumbuh, atmosfer mulai berubah dan beberapa mulai mengungsi ke kota-kota yang jauh dari garis terdepan.
'Mereka kehilangan pikiran'
Sementara itu, untuk Blinova Tetiana Anatolivna (46), tantangan terakhir adalah penembakan stasiun pompa air di kotanya.
Selanjutnya ia melarikan diri dengan mobil temannya dari Volnovakha, di dekat Marinka, ke pelabuhan timur Mariupol, Sabtu lalu.
"Saya punya keluarga di Donetsk dan kami hanya menginginkan perdamaian," ujarnya.
Banyak yang masih ada di tempat tersebut justru para lansia, sakit atau tidak punya cukup uang untuk pindah, dan mereka tahan dengan dampak ketegangan yang meningkat.
Kelompok bantuan telah memperingatkan jika 2,9 juta warga di kedua belah pihak di garis depan sudah membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak.
Gordeyeva hidup sendiri di bungalo kecil di pusat Marinka, setelah suaminya meninggal karena sakit dan anak-anaknya pindah.
Ketika konflik dimulai pertama kali pada 2014, ia pindah ke desa lainnya untuk tinggal bersama saudarinya.
Ia mempertimbangkan melakukan hal yang sama, tapi ia tidak ingin meninggalkan rumahnya, walaupun anak-anaknya mendesaknya untuk pergi.
Wanita itu tidak memberitahu mengenai cederanya kepada anak-anaknya.
"Sesuatu yang besar akan terjadi. Kami tidak tahu tepatnya tapi kami sangat takut," ujar wanita itu.
Sementara itu di sebuah kota kecil di batas tenggara Marinka, Olenka Ivanivna (65), hidup dengan ketiga cucunya yang harus bolos sekolah Jumat lalu karena serangan yang terjadi sangat berat. Mereka juga menghabiskan akhir minggu mereka berlindung di dalam ruang bawah tanah.
Rumah yang dibangun Ivanivna dengan mendiang suaminya dalam jangkauan pandangan wilayah yang dipegang pasukan separatis.
Rumah itu sering sekali mendapat serangan bertahun-tahun lamanya, ia mengatakan atapnya "seperti saringan".
Pada Sabtu pagi plester atap runtuh, mungkin karena ledakan yang terjadi di dekat rumah mereka.
Selama seminggu terakhir, mereka tidak mendapatkan listrik dan kini ia khawatir air akan berhenti mengalir setelah pipa terdekat rusak.
Namun mereka tidak punya tempat tujuan untuk pergi.
"Mereka tidak menyerang selama setahun terakhir. Itu bagus. Tapi kini mereka kehilangan pikiran," ujarnya.
"Kini kami tidak tinggalkan rumah kami. Mereka menembak dan kami sembunyi. Begitu saja."