Intisari-Online.com - Menanggapi insiden penembakan di Ukraina pada Kamis (17/2/2022), Amerika Serikat (AS) berujar bahwa Moskow sedang mempersiapkan dalih untuk membenarkan kemungkinan serangan.
Hal itu dikatakan Presiden AS Joe Biden seperti dilansir Reuters. Disebut, bahkan Kremlin sebelumnya mengusir seorang diplomat Amerika.
Baku tembak dini hari terjadi antara pasukan Kiev dan separatis pro-Rusia, yang telah berperang selama bertahun-tahun dan di mana gencatan senjata secara berkala dilanggar.
Situasi itu pun menimbulkan kekhawatiran negara-negara Barat. Menurut mereka, serangan bisa datang kapan saja.
"Kami memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka terlibat dalam operasi bendera palsu demi mendapatkan alasan untuk masuk," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih.
"Indikasi yang kami miliki adalah mereka siap untuk pergi ke Ukraina dan menyerangnya," tambahnya.
Sangat memahami rencana Rusia di Ukraina, ternyata Amerika sendiri pernah korbankan warganya untuk memulai perang.
Pada awal tahun 1960-an, militer Amerika benar-benar merasa terancam oleh Kuba.
Negara komunis yang saat itu dipimpin oleh Fidel Castro tersebut dianggap sebagai ancaman.
Tak bisa serta-merta memulai perang, pemerintah AS pun membutuhkan 'kambing hitam' untuk memulai perang dengan Kuba.
Para pejabat di Departemen Pertahanan dan Kepala Staf Gabungan datang dengan sebuah proposal, dan rencananya mereka akan membuat teror pada warga sipil.
Cara tersebut sangat licik, pasalnya Amerika akan membuat serangan teror pada warganya sendiri dan menyalahkan Kuba atas serangan ini untuk menjadikannya alasan memulai perang.
Para imigran Kuba yang tinggal di AS juga dijadikan sasaran dalam operasi tersebut.
Mereka menenggelamkan kapal-kapal pengungsi Kuba yang ada di wilayah Amerika dan melakukan kekerasan di beberapa daerah.
Selain serangan-serangan yang diluncurkan oleh teroris AS, pasukan khusus yang dibentuk AS juga melakukan pembajakan di kota-kota dan pesawat-pesawat.
Secara resmi operasi ini disebut sebagai operasi Northwoods.
Rencana tersebut dikembangkan sebagai cara untuk mengelabui publik Amerika dan komunitas internasional untuk mendukung perang demi menggulingkan pemimpin Kuba yang baru, Fidel Castro.
Bahkan, dalam pernyataan resmi Amerika juga tak segan untuk meledakkan kapalnya agar secara kuat bisa menyalahkan Kuba.
"Kami bisa meledakkan sebuah kapal AS di Teluk Guantanamo dan menyalahkan Kuba," dan, "daftar korban di surat kabar AS akan menyebabkan gelombang kemarahan nasional yang membantu."
Begitu pernyataan militer AS melalui ABC News.
Rincian rencana tersebut dijelakan dalam sebuah buku berjudul Body Of Screets, yang disusun oleh reporter investigasi James Bamford tentang sejarah dan agen mata-mata terbesar Amerika.
"Ini adalah dokumen Kepala Staf Gabungan. Alasan ini dirahasiakan begitu lama adalah Kepala Gabungan tidak pernah ingin memberikan ini karena mereka sangat memalukan," Bamford mengatakan kepada ABC News.
"Inti dari demokrasi adalah memiliki pemimpin yang menanggapi kehendak publik, dan di sini adalah kebalikan total, militer mencoba untuk mengelabui rakyat Amerika ke dalam perang yang mereka inginkan tetapi tidak diinginkan oleh orang lain." tambahnya.
Rencana tersebut dimotivasi keinginan kuat antara para pemimpin militer senior untuk menggulingkan Castro.
Setelah 40 tahun berlalu dokumen tersebut bocor dan difilm kan pada tahun 1992 dengan judul Oliver Stone JFK, namun filem tersebut dicekal.
Meski begitu pengaruh publik dan minat besar terhadap rencana pembunuhan itu membuat film tersebut akhirnya dilegalkan.
Kongres Amerika lalu mengeluarkan undang-undang yang dirancang untuk meningkatkan akses publik terhadap catatan pemerintah terkait pembunuhan tersebut.
Begitulah bagaimana Amerika dalam sejarahnya menggunakan warganya untuk memulai perang dengan Kuba.
Baca Juga: Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Demak Tak Terlepas dari Sosok Raden Patah
(*)