Selanjutnya Tuangku Imam Bonjol diasingkan ke Priangan, kemudian Ambon dan akhirnya Manado.
Perang Padri berakhir pada 1838 di Daludalu dengan kemenangan Belanda.
Tuanku Imam Bonjol (1722-1864) diangkat sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973 sebagai pemimpin utama Perang Padri di Sumatera Barat (1803-1837) yang gigih melawan Belanda.
Meski begitu, gelar kepahlawanannya sempat digugat lantaran dituduh melanggar HAM lantaran menewaskan jutaan orang selama invasi Tanah Batak (1816-1833).
Kekejaman Padri disorot dengan diterbitkannya buku MO Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinamabela Gelar Tuanku Rao: Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833 (2006) dan karya Basyral Hamidy Harahap, Greget Tuanku Rao (2007).
Kedua penulisnya dari Tanah Batak, menceritakan penderitaan nenek moyangnya dan orang Batak umumnya selama serangan tentara Padri 1816-1833 di daerah Mandailing, Bakkara, dan sekitarnya.
Selama berlangsungnya perang, pasukan kaum Paderi tidak hanya berperang melawan Belanda.
Namun mereka juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, untuk meng-Islam-kan Tanah Batak Selatan dengan menggunakan kekerasan senjata.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR