Intisari-Online.com - Pada Desember 2021 lalu, masyarakat Indonesia dibuat geram dengan kabar tentang Herry Wirawan, seorang pengasuh sekaligus guru pesantren di Bandung, yang melakukan pemerkosaan pada 13 orang santriwatinya.
Kasus ini terungkap setelah Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) menerima laporan dari orang tua salah satu korban.
Ketika itu, salah satu korban pulang ke rumah pada saat Hari Raya Idul Fitri.
Orang tua korban menyadari ada yang berbeda pada anaknya. Akhirnya diketahui bahwa sang anak tengah berbadan dua.
Atas kejahatannya, Herry Wirawan dituntut hukuman mati dan kebiri kimia.
Diketahui, total korban pemerkosaan Herry Wirawan berjumlah 13 orang. Bahkan, dari jumlah tersebut, 9 bayi lahir, dari 8 korban.
Setelah melalui rangkaian persidangan, vonis terhadap Herry Wirawan kini telah dijatuhkan.
Melansir Kompas.com, Vonis Herry Wirawan dibacakan Hakim dalam sidang terbuka di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022).
Herry Wirawan divonis penjara seumur hidup, dengan Majelis Hakim berpendapat, tidak keadaan yang meringankan terhadap diri terdakwa.
Hal yang memberatkan hukuman Herry yaitu tindakannya yang dinilai telah merusak korban, khususnya perkembangan dan fungsi otak.
Begitu juga dalam sistem kepercayaan yang dianut korban, tak lagi bisa mempertimbangkan yang benar dan salah.
Tindakan terdakwa juga dinilai bisa membuat nama lembaga pesantren tercemar dan orangtua enggan untuk mengirimkan anak mereka untuk belajar di pesantren.
Selain itu, hakim juga berpandangan bahwa perbuatan terdakwa membuat keluarga korban dan keluarga terdakwa trauma.
"Majelis Hakim berpendat, tidak keadaan yang meringankan terhadap diri terdakwa," ujar Hakim.
Atas hal tersebut, Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi putusan hakim.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022), hukuman penjara seumur hidup itu dinilai sinergis dengan upaya pemulihan korban.
Baca Juga: Begini Sejarah Singkat Sepak Bola, Dikenal di Seluruh Dunia, Olahraga Tertua dalam Sejarah
“Komnas Perempuan memberikan apresiasi atas keputusan tersebut, karena di satu sisi memastikan korban dan pelaku tidak bertemu yang akan berkontribusi terhadap pemulihan korban, juga mempertimbangkan hak hidup dari Herry,” ujarnya.
“Putusan ini juga menunjukkan upaya sinergis putusan pengadilan dengan upaya pemulihan korban dalam bentuk restitusi dan perawatan alternatif bagi anak hasil kekerasan seksual tersebut,” tambahnya.
Namun lebih lanjut, Siti mempertanyakan mengapa restitusi korban dibebankan kepada KPPA. Menurut Siti, seharusnya restitusi dibebankan kepada pelaku sebagai bentuk tanggungjawabnya dalam memulihkan korban.
“Uang restitusi dapat diperoleh melalui penjualan harta Herry Wirawan seperti rumah, tanah, dan kendaraan. Sedangkan KPPA dapat berperan dalam melakukan pendampingan penggunaan uang restitusi tersebut oleh korban,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum Herry, Ira Mambo mengatakan, putusan tersebut pada dasarnya tidak sesuai dengan keinginan Herry.
"Jadi intinya bahwa itu bukan keinginan kami. Bukan kami yang menanggapi dan memutuskan putusan hakim, tapi nanti terdakwa yang akan memilih sikapnya, menerima, banding atau pikir-pikir," ucap Ira usai sidang di PN Bandung, Selasa.
Ira mengatakan, Herry memilih mengambil sikap untuk pikir-pikir selama tujuh hari.
"Kalau mau menyatakan banding, berarti kita akan menyiapkan memori bandingnya. Yang pasti, putusan tadi banyak pertimbangan kami yang diterima oleh hakim, pembelaannya," kata Ira.
(*)