Intisari - Online.com -Rusia pada Jumat (4/2) menyatakan, sepenuhnya mendukung sikap China terhadap Taiwan dan menentang kemerdekaan wilayah itu dalam bentuk apa pun.
Dukungan itu Presiden Rusia Vladimir Putin sampaikan Presiden China Xi Jinping saat kunjungan ke Beijing untuk Olimpiade Musim Dingin 2022, Jumat (4/2).
"Rusia menegaskan kembali dukungannya untuk prinsip Satu-China, menegaskan bahwa Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari China, dan menentang segala bentuk kemerdekaan Taiwan," kata Rusia dalam pernyataan bersama dengan China, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, China menyatakan, bakal mengambil langkah drastis jika Taiwan melakukan upaya menuju kemerdekaan.
China mengklaim Taiwan sebagai wilayahnya sendiri dan dalam dua tahun terakhir telah meningkatkan tekanan militer dan diplomatik untuk menegaskan klaim kedaulatannya.
China bersedia untuk mencoba yang terbaik untuk mencari reunifikasi damai dengan Taiwan. Tapi, akan bertindak jika ada garis merah pada kemerdekaan yang dilanggar, Ma Xiaoguang, juru bicara Kantor Urusan Taiwan, menegaskan.
"Jika pasukan separatis di Taiwan yang mencari kemerdekaan memprovokasi, mengerahkan kekuatan, atau bahkan menerobos garis merah, kami harus mengambil tindakan drastis," tegas Ma pada akhir Desember tahun lalu, seperti dilansir Reuters.
Taiwan pada Sabtu (5/2) mengutuk, dengan menyebut jijik dan hina, kemitraan tanpa batas China dan Rusia menjelang pembukaan Olimpiade Musim Dingin Beijing.
Taipe mengatakan, Pemerintah China telah mempermalukan semangat Olimpiade.
China dan Rusia, dalam pertemuan Presiden Valdimir Putin dan Xi Jinping, beberapa jam sebelum Olimpiade Musim Dingin secara resmi dibuka, saling mendukung atas kebuntuan di Taiwan dengan janji untuk berkolaborasi lebih banyak melawan Barat.
Rusia menyuarakan dukungannya terhadap sikap China bahwa Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari China, dan menentang segala bentuk kemerdekaan atas pulau itu.
Mengutip Reuters, Kementerian Luar Negeri Taiwan menyatakan, klaim palsu China yang terus berlanjut bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat China persis sama dengan kebiasaan negara itu menyebarkan berita palsu.
"Ini tidak hanya meningkatkan rasa jijik dan kebencian rakyat Taiwan terhadap arogansi dan intimidasi Pemerintah China, tetapi juga dengan jelas menunjukkan kepada semua negara di dunia wajah jahat dari agresi, ekspansionisme, dan perusakan perdamaian rezim Komunis China," ungkap Kementerian Luar Negeri Taiwan.
Pada saat mata dunia terfokus pada Olimpiade Musim Dingin dan menyemangati para atlet mereka, Pemerintah China telah menggunakan KTT Rusia untuk terlibat dalam perluasan otoritarianisme, seperti diungkapkan Kementerian Luar Negeri Taiwan.
"Ini adalah penghinaan terhadap semangat damai yang diwujudkan oleh Cincin Olimpiade, dan akan ditolak oleh rakyat Taiwan dan dihina oleh negara-negara demokratis," sebut Kementerian Luar Negeri Taiwan.
Amerika Serikat (AS) juga mengkritik pertemuan itu, dengan mengatakan, Presiden China Xi Jinping seharusnya menggunakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mendorong penurunan ketegangan di Ukraina.
Olimpiade, di mana Taiwan mengirim tim kecil yang terdiri dari empat atlet untuk bersaing, terjadi pada saat ketegangan yang meningkat antara Taipei dan Beijing, dengan China secara teratur mengirim kapal perang dan pesawat tempur ke dekat pulau itu.
Sementara Rusia adalah teman dekat China.
Baik Rusia maupun Taiwan memiliki kedutaan kecil de facto di ibu kota masing-masing.
Mantan Presiden Taiwan Chiang Ching-kuo, yang memulai reformasi demokrasi tentatif, bisa berbahasa Rusia dan menikah dengan seorang wanita Rusia yang dia temui saat bekerja di negeri beruang Merah pada 1930-an.
Menyeru NATO hentikan ekspansi
Rusia dan China menyerukan dalam pernyataan bersama pada Jumat (4/2) agar NATO menghentikan ekspansinya ke Eropa Timur.
Mengutip Reuters, Pernyataan bersama itu keluar selama kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke China untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.
Istana Kepresidenan Rusia menyatakan, Putin dan Presiden China Xi Jinping mengadakan pembicaraan hangat dan substantif di Beijing, dan menggambarkan hubungan itu sebagai kemitraan lanjutan dengan karakter khusus.
Putin dan Xi menentang perluasan lebih lanjut NATO di bawah komando AS dan meminta aliansi untuk meninggalkan "pendekatan Perang Dingin yang ideologis".
Penghentian penambahan negara anggota baru NATO ke Eropa Timur merupakan tuntutan utama Rusia dalam perselisihannya dengan Barat atas Ukraina.
Hanya, AS telah menolak beberapa proposal utama Moskow tetapi mengatakan, bersedia untuk membahas topik lain seperti pengendalian senjata.
China pun mendukung proposal Rusia untuk menciptakan jaminan keamanan yang mengikat secara hukum di Eropa, bunyi pernyataan bersama tersebut.
Dengan ini makin jelas posisi ketiga negara adidaya beserta sekutu-sekutu mereka.
Ditakutkan juga bahwa ketegangan Taiwan dan Ukraina memicu terjadinya perang.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini