Ketua ACIL, Umar Hamdan mengatakan bahwa untuk bisa menyolusikan permasalahan sampah biomassa, maka hal utama yang harus dilakukan adalah membuat masyarakat yakin bahwa sampah biomassa tersebut dapat dimanfaatkan untuk energi.
“Dengan kondisi minyak tanah yang mahal dan langka saat ini, masyarakat benar-benar membutuhkan energi yang murah dan bersih.
"Kompor biomassa inilah yang akan menjadi solusi ketersediaan energi dengan memanfaatkan sampah biomassa. Bukan hanya pelet, namun juga ranting-ranting dan juga cacahan kayu yang melimpah di kabupaten Ende,” terangnya.
Umar Hamdan menambahkan bahwa ketika masyarakat sudah mengetahui manfaat, maka selanjutnya program TOSS yang telah menjadi program bupati Ende sejak 2020, akan mudah disosialisasikan kepada masyarakat.
“Semuanya butuh proses. Pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup tidak bisa sendiri. Semua elemen masyarakat harus bergerak bersama-sama.
"Apalagi kabupaten Ende sudah mendapatkan perhatian yang sangat baik dari pemerintah pusat dan dunia internasional,” lanjut ketua ACIL.
Baca Juga: Miliki Ginjal Sehat dengan Konsumsi 5 Sayuran yang Punya Manfaat Luar Biasa Ini, Apa Saja?
Baca Juga: Miliki Ginjal Sehat dengan Konsumsi 5 Sayuran yang Punya Manfaat Luar Biasa Ini, Apa Saja?
Molding Stove (Cetakan Kompor) Biomassa
Penggagas TOSS, Supriadi, yang juga pernah memimpin Sekolah Tinggi Teknik PLN (STT PLN) selama 2 periode, meyakini bahwa pengelolaan sampah di sumbernya menjadi bahan bakar terbarukan (renewable fuel) akan lebih efektif dan ekonomis bila dilakukan skala komunal.
Teori dasarnya adalah 1000 x 1 = 1 x 1000. Dalam konsep pengelolaan sampah menjadi bahan bakar terbarukan (renewable fuel), maka dapat diterjemahkan “menyolusikan sampah 1000 ton di 1 lokasi sama dengan menyelesaikan sampah 1 ton di 1000 lokasi”.
Dalam kaitannya dengan energi kerakyatan khususnya kompor, “membuat 1000 kompor di 1 pabrik sama dengan membuat 1 kompor di 1000 kepala keluarga”.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR