Intisari - Online.com - Sementara spekulasi tumbuh bahwa Indonesia dan Israel sedang membuat upaya menormalisasi hubungan diplomatik di tengah kontak rahasia, pakar mengatakan Indonesia tidak akan mempertaruhkan politik luar negeri dengan risiko tinggi itu demi warga Indonesia.
Indonesia, negara mayoritas Muslim paling banyak di dunia, disebut pakar tidak akan ingin mempertaruhkan junjungan Muslim demi solidaritas terhadap Palestina.
Melansir SCMP, laporan mengenai diskusi di balik layar untuk Indonesia menjadi negara Islam selanjutnya yang menandatangani Abraham Accords setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Moroko, pertama kali muncul di media massa Israel Desember lalu.
Hal ini muncul setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Anthony Blinken, ke Jakarta.
Blinken membawa kemungkinan Indonesia menormalkan hubungan dengan Israel dengan rekannya Retno Marsudi, yang mersepon dengan mengingatkan kembali "posisi konsisten" Indonesia untuk mendukung upaya dan perjuangan Palestina mendapatkan kebebasan dan keadilannya, seperti dikatakan oleh juru bicara Menlu Indonesia, Teuku Faizasyah kepada reporter saat itu.
November lalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tertangkap kamera duduk bersama penasihat keamanan nasional Israel Eyal Hulata dalam sebuah konferensi di Bahrain, di mana keduanya bertukar kartu bisnis.
Prabowo kemudian mengatakan sebuah pernyataan bahwa berbicara kepada pejabat Israel "tidak dilarang" ketika hal ini untuk kepentingan nasional".
The Jerusalem Post melaporkan jika Prabowo telah memimpin sebuah upaya antara dua negara untuk bekerjasama di bidang pertanian, yang akan cocok dengan tugas tambahannya sebagai penasihat program ketahanan pangan nasional Presiden Joko Widodo.
Program ini adalah sebuah proyek pertanian ambisius untuk mendorong keamanan pangan Indonesia, terutama di luar pulau Jawa.
Prabowo telah mengatakan jika beberapa investor asing tertarik dengan proyek ini, sebut saja China, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, dan Korea Selatan.
KOMENTAR