Advertorial
Intisari - Online.com -Pemberontak Yaman yang didukung Iran, Houthi, telah dalam beberapa minggu terakhir meluncurkan beberapa serangan drone dan rudal ke Uni Emirat Arab.
Diketahui, UEA adalah anggota koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi dalam perlawanan kelompok bersenjata di Yaman itu.
Dalam responnya, koalisi telah meningkatkan serangan di provinsi Saada, utara Yaman dan ibu kota Sanaa yang dikuasai Houthi.
Koalisi berusaha mengembalikan pemerintahan Yaman yang diakui secara internasional.
Lantas, mengapa ketegangan meningkat selama beberapa bulan terakhir?
Melansir Al Jazeera, ini beberapa hal yang harus diketahui mengenai konflik panas di Timur Tengah ini.
Siapakah pemberontak Houthi Yaman?
Houthi yang dikenal sebagai Ansar Allah, adalah minoritas Muslim Syiah Zaidi Yaman dan diyakini didukung oleh Iran.
Kelompok itu mendapatkan kekuatannya setelah berhasil berkuasa di provinsi Saada awal tahun 2014.
Mereka kemudian pindah ke selatan untuk menguasai Sanaa, memaksa Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi melarikan diri ke pengasingan.
Pada Maret 2015, koalisi yang dipimpin Saudi dan didukung secara logistik oleh Amerika Serikat (AS), ikut campur secara militer dalam taruhan melawan Houthi, mengembalikan pemerintahan Hadi dan membalikkan apa yang disebut tumbuhnya pengaruh Iran di wilayah itu.
Pertempuran itu telah membunuh ratusan ribu warga Yaman, dan memicu apa yang dikatakan PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk dunia.
Bertahun-tahun lamanya, Houthi telah meluncurkan berbagai serangan rudal dan drone ke tetangga mereka, Arab Saudi.
Namun sampai bulan ini, serangan terakhir yang diklaim Houthi lakukan ke UEA adalah pada 2018 lalu.
Peran UEA dalam perang Yaman
Serangan Houthi tahun 2018 datang saat pasukan yang didukung UEA melawan Houthi untuk kekuasaan kota pelabuhan Hodeidah di Laut Merah.
UEA telah secara signifikan mengurangi kehadiran militernya ke Yaman sejak 2019, tapi mereka masih memiliki kendali lewat pasukan lokal besar yang mereka bangun dan persenjatai.
UEA mendukung Pasukan Gabungan Yaman, dipimpin oleh keponakan dari mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, dan separatis Dewan Transisional Selatan (STC).
STC telah secara langsung berhadapan dan bermusuhan dengan pemerintah Yaman yang didukung oleh koalisi, dan dengan dukungan militer Yaman, mengambil alih ibu kota sementara Yaman, Aden, di tahun 2019.
Pasukan yang didukung UEA secara besar- besaran menghindari terlibat dengan Houthi dalam peperangan sejak 2018, tapi hal itu telah berubah sejak beberapa minggu terakhir.
Akhir Desember, Brigadir Raksasa yang didukung UEA, sebuah militan pro-pemerintah yang sebagian besar diisi warga Yaman selatan, memaksa Houthi keluar dari pemerintahan Shabwah.
Bersama dengan Pasukan Gabungan, Brigadir Raksasa juga mendorong ke teritori Houthi in tetangga al-Bayda dan ke utara menuju Marib, kota yang strategis yang telah diperjuangkan Houthi berbulan-bulan lamanya untuk mereka kuasai.
Analis mengatakan Brigadir Raksasa dan dukungan militer UEA telah membalik arah meja di peperangan Marib dan Shabwah, menyebabkan Houthi untuk menyerang melawan UEA.
Apa yang terjadi selama ketegangan Houthi-UEA
Pada 2 Januari, Houthi mengatakan mereka merebut kapal berbendera UEA di Laut Merah, mengklaim kapal itu membawa 'suplai militer'.
Kemudian pada 17 Januari, sebuah serangan drone di Abu Dhabi diklaim oleh Houthi memicu ledakan tangki bahan bakar yang membunuh tiga warga.
Houthi juga menarget area renovasi Bandara Internasional Abu-Dhabi, yang menyebabkan kebakaran.
Koalisi yang dipimpin Saudi membalas dengan serangan udara yang meningkat terhadap apa yang disebut target militer terkait dengan Houthi.
Namun serangan udara dan serangan rudal dilaporkan menyerang rumah sakit, infrastruktur telekomunikasi, bandara, fasilitas air dan sebuah sekolah dan setidaknya membunuh 80 orang pada 21 Januari ketika pusat penahanan sementara di provinsi utara Saada dibom pada 21 Januari, dan sekitar 20 orang terbunuh di Sanaa dalam serangan selanjutnya minggu itu.
Pada 24 Januari, UEA mengatakan telah melawan dan menghancurkan dua rudal balistik yang ditembakkan ke Abu Dhabi oleh Houthi.
Yang terbaru, UEA umumkan Senin lalu jika mereka membalas dan menghancurkan sebuah rudal balistik yang ditembakkan ke Abu Dhabi dari Yaman.
Houthi mengkonfirmasi telah menembakkan sejumlah rudal balistik ke Abu Dhabi dan telah meluncurkan serangan drone ke Dubai.
Apa selanjutnya?
Kekerasan ini diperkirakan masih akan meningkat, dengan Houthi mengatakan Senin lalu jika markas besar perusahaan-perusahaan internasional di UEA akan ditarget dalam periode selanjutnya.
Ketegangan ini telah meningkatkan kekhawatiran krisis kemanusiaan yang memburuk di Yaman, di mana Program Pangan Dunia telah memperingatkan jika lebih dari lima juta orang menghadapi ancaman kelaparan dan 50 ribu lainnya hidup dalam kondisi seperti kelparan.
Sebanyak empat juta orang telah secara internal kehilangan rumah selama peperangan bertahun-tahun itu.
James Farwell, rekan senior di Institut Timur Tengah, mengatakan konflik Yaman telah mencapai titik buntu karena tidak ada dari kedua belah pihak yang mampu mundur secara militer.
"Situasi menjadi makin berbhaaya karena sifat senjata yang digunakan dalam serangan makin mematikan," ujarnya.
"Houthi mencoba membawa tekanan ke koalisi Saudi-UEA untuk mengakhiri banyak hal," ujar Farwell.
"Satu-satunya cara konflik ini selesai adalah jika Saudi, UEA dan Houthi duduk bersama dan mencari jalan tengah."
Baca Juga: Arab Saudi Tak Lagi Didukung AS dalam Hadapi Iran di Perang Yaman, Pilih Memihak Iran?