Penulis
Intisari-online.com -JoeBiden, Presiden AS ke-46, menuntut agar perang proksi antara Arab Saudi dan Iran di Yaman dihentikan.
Untuk itu pada Kamis (4/2/2021) kemarin ia menyatakan AS akan berhenti mendukung kampanye militer yang dipimpin Arab Saudi di Yaman.
Menurutnya perang proksi yang sudah berlangsung lebih dari 6 tahun itu sudah saatnya berhenti.
Selain itu Biden juga menunjuk diplomat Timothy Lenderking sebagai utusan khusus AS di Yaman.
Tujuan ia ditunjuk adalah meningkatkan diplomasi AS untuk mengakhiri perang di Yaman.
Melansir Reuters, PBB mendeskripsikan Yaman sebagai krisis kemanusiaan dunia terbesar dengan 80 persen penduduknya dalam kondisi yang sangat membutuhkan dan jutaan orang berada di ambang kelaparan skala besar.
"Perang ini harus berakhir," ungkap Biden selama kunjungannya di Kementerian Dalam Negeri di Washington.
"Dan untuk menegaskan komitmen kami, kami mengakhiri semua dukungan terhadap operasi ofensif dalam perang di Yaman, termasuk penjualan senjata yang relevan."
Langkah tersebut merupakan kebalikan dari kebijakan pemerintahan Barack Obama sebelumnya, juga pemerintahan Donald Trump.
Biden sendiri pernah menjadi wapres dalam pemerintahan Obama.
“Pada saat yang sama,” kata Biden pada Kamis, “Arab Saudi menghadapi serangan rudal, serangan UAV (drone) dan ancaman lain dari pasukan yang dipasok Iran di banyak negara.
"Kami akan terus mendukung dan membantu Arab Saudi mempertahankan kedaulatannya dan integritas teritorialnya serta rakyatnya."
Arab Saudi menyambut baik pernyataan Biden, terutama komitmennya terhadap pertahanan negara dan mengatasi ancaman terhadapnya, menurut kantor berita negara tersebut.
Koalisi militer yang dipimpin Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015, mendukung pasukan pemerintah yang memerangi Houthi yang berpihak pada Iran.
Pejabat PBB berusaha menghidupkan kembali pembicaraan damai untuk mengakhiri perang karena penderitaan negara juga diperburuk oleh krisis ekonomi, jatuhnya mata uang, dan pandemi Covid-19.
Januari lalu laporan independen PBB menuduh pemerintah Yaman melakukan pencucian uang dan korupsi.
PBB juga menuding Houthi mengumpulkan setidaknya 1,8 miliar dollar AS (Rp 25,3 triliun) dari penerimaan negara itu pada 2019.
Dana itu digunakan untuk membantu mendanai upaya perangnya.
Laporan tahunan kepada Dewan Keamanan PBB tentang penerapan sanksi internasional terhadap Yaman itu, bertepatan dengan pejabat PBB yang mengatakan bahwa negara itu berada di ambang kelaparan skala besar dengan jutaan warga sipil dalam risiko.
Padahal menurut para pemantau, Arab Saudi menyetor 2 miliar dollar AS (Rp 28,1 triliun) ke Bank Sentral Yaman.
Pengiriman pada Januari 2018 itu dilakukan di bawah program pembangunan dan rekonstruksi Yaman.
Uang tersebut dimaksudkan untuk mendanai kredit untuk membeli komoditas, seperti beras, gula, susu dan tepung.
Dengan itu diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan dan menstabilkan harga domestik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini