Intisari-Online.com -Kabar meninggalnya Presiden ke-2 RI Soeharto pada 27 Januari 2008 pertama kali datang bukan dari keluarga, dokter, bukan pula dari petinggi negeri, melainkan dari Kepala Polsek Kebayoran Baru berpangkat komisaris polisi bernama Dicky Sondani.
Saat itu, Dicky menjadi penanggung jawab keamanan di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), tempat Pak Harto dirawat.
Setelah mengetahui kabar meninggalnya Soeharto, Dicky yang saat itu dikerumuni sekitar 100 wartawan, mengaku tak bisa berbohong.
"Mungkin ada sekitar 100 wartawan tiba-tiba mengerubuti saya, bertanya, ada apa, Pak? Kok ada personel tambahan segala," kata Dicky, mengutip Kompas.com.
Di situlah dia menyampaikan bahwa Pak Harto telah tiada.
"Ya, saya jujur saja. Saya bilang, Pak Harto meninggal dunia pukul 13.10 WIB. Saya tidak bisa membohongi publik saat itu. Karena memang saya tahu dari dokternya langsung," tuturnya.
Dicky merasa semua terjadi begitu cepat. Kabar duka mantan presiden yang telah berkuasa selama 32 tahun itu bukan datang dari keluarga atau petinggi negeri, melainkan dari mulut seorang Kapolsek Kebayoran Baru berpangkat kompol.
Berbeda dengan Kapolsek Dicky yang mengumumkan kematian Soeharto karena tidak bisa berbohong dikerumuni wartawan, polisi ini malah beberkan penyebab kematian Bu Tien Soeharto setelah rumor-rumor penyebab kematiannya beredar dalam masyarakat.
Siti Hartinah yang dipanggil Ibu Tien Soeharto merupakan istri mendiang Soeharto.
Anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo ini meninggal pada 28 April 1996 di usia 72.
Setelah penyebab kematiannya simpang siur dan banyak dipertanyakan publik, akhirnya kini terungkap sudah.
Dikutip dari Tribun Jatim, penyebab sebenarnya Ibu Tien wafat diungkap oleh mantan Kapolri Jenderal Polisi Purnawirawan Sutanto.
Saat itu, Jenderal Polisi Purnawirawan Sutanto rupanya menjadi saksi detik-detik wafatnya Tien Soeharto pada 1996 silam.
Dalam buku berjudul 'Pak Harto, The Untold Stories', Sutanto mengaku, saat itu dia menyaksikan Soeharto terus mendampingi sang Ibu Negara.
"Saya menyaksikan langsung bagaimana Pak Harto mengalami kesedihan yang amat mendalam," kata Sutanto dalam buku itu.
Menurutnya, bagaimanapun seseorang pasti akan sedih saat kehilangan pendamping hidupnya selama puluhan tahun.
Baca Juga: Bisa Lenyapkan Musuh Tanpa Bekas, Inilah Agen Spionase Israel Mossad yang Kerap Gegerkan Dunia
Baca Juga: Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit yang Masih Utuh, Apa Saja Semuanya?
"Ibu Tien telah banyak berkorban dan menemani Pak Harto dalam suka dan duka. Namun, dalam keadaan itu Pak Harto tetap nampak tegar, tenang, dan tabah," ujar Sutanto.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, Sutanto melanjutkan, beredar isu mengenai penyebab meninggalnya Tien.
Isu itu menyebutkan, Tien meninggal karena dua anak lelakinya, Tommy dan Bambang, saling berebut proyek mobil nasional.
Keduanya pun terlibat baku tembak hingga satu di antara tembakan kemudian mengenai Tien.
"Itu adalah rumor dan cerita yang sangat kejam dan tidak benar sama sekali. Saya saksi hidup yang menyaksikan Ibu Tien terkena serangan jantung mendadak, membawanya ke mobil, dan terus menunggu di luar ruangan saat tim dokter RSPAD melakukan upaya medis," jelasnya.
Oleh karena itu, Sutanto pun berharap agar masyarakat tidak termakan rumor tersebut.
"Saya harap jangan sampai rumor tidak benar itu tetap dipercaya oleh sebagian orang yang hingga kini terus menganggapnya benar," ujar Sutanto.
Sutanto memang pernah menjadi ajudan Soeharto dari tahun 1995 hingga 1998.
Baca Juga: Sumber Sejarah Kerajaan Majapahit yang Masih Utuh, Apa Saja Semuanya?
Baca Juga: Perdagangan di Kerajaan Sriwijaya Mengalami Kemajuan yang Pesat Terutama Karena Apa?
Satu di antara kenangan yang masih diingat oleh Sutanto adalah saat dia menjadi saksi detik-detik wafatnya Tien Soeharto.
Saat itu, dia baru saja menemani Soeharto memancing di Anyer, pada Jumat, 26 April 1996.
Ketika Soeharto sedang memancing, rupanya Tien sedang berada di sentra pembibitan buah Mekarsari.
Menurut Sutanto, saat itu Tien terlalu asyik dan bergembira melihat sejumlah tanaman yang sedang berbuah di tempat itu.
Sehingga, dia pun kurang memperhatikan kesehatannya.
Padahal, sebenarnya Tien tidak boleh berjalan terlalu jauh dan lama.
Alasannya, Tien memang sedang mengidap penyakit gangguan jantung.
Saat Soeharto kembali ke rumah dan bertemu istri pada sore harinya, menurut Sutanto, suasana berlangsung seperti biasanya.
Baca Juga: Pancasila sebagai Dasar Negara yang Fundamental, Apa Artinya?
Meski demikian, kala itu Tien tetap harus terus beristirahat karena kelelahan.
Namun, sesuatu tiba-tiba terjadi pada Minggu (28/4/1996) dini hari, tepatnya sekitar pukul 04.00 WIB.
"Baru pada Minggu dini hari sebelum subuh, sekitar pukul 04.00, Ibu Tien mendapat serangan janting mendadak," kata Sutanto, seperti dikutip dalam buku 'Pak Harto, The Untold Stories'.
Saat itu, sang Ibu Negara terlihat sulit bernapas sehingga dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto.
"Saya melihat dokter Kepresidenan, Hari Sabardi, memberi bantuan awal pernapasan dengan tabung oksigen. Saya sendiri turut membawa Ibu Negara dari rumah ke mobil dan selanjutnya ke RSPAD. Saat itu, selain Pak Harto, Mas Tommy dan Mas Sigit ikut mendampingi," sambung Sutanto.
Sejumlah upaya medis untuk menyelamatkan Tien pun dilakukan oleh tim dokter, meski pada akhirnya Tien menghembuskan napas terakhirnya.
"Sekitar pukul 05.10, Ibu Tien menghembuskan napas terakhir dan meninggalkan berbagai kenangan kepada seluruh rakyat Indonesia," kata Sutanto.