Ketika mereka beristirahat di Sampang, datanglah utusan dari Lesap yang membawa surat berisi tantangan untuk berperang, dan membuat Adikoro pun naik pitam dan mengajak pasukannya untuk berperang.
Namun, Penghulu Bagandan tidak setuju karena hari itu adalah hari yang nahas, dan dia menasihati Adikoro untuk berangkat keesokan harinya.
Adikoro tidak sabar menunggu walau hanya semalam, dan akhirnya Penghulu Bagandan pun menemani Adikoro ke Pamekasan.
Adikoro IV dan pasukannya mengamuk dan musuh dipukul mundur hingga ke Peganten, wilayah Pamekasan.
Karena kelelahan, perut Adikoro terkena senjata dan ususnya terburai, tanpa pantang menyerah, dia tetap mengamuk dengan tombaknya dan melilitkan ususnya di tangkai keris.
Karena kehabisan tenaga, dia jatuh lalu meninggal, pun terjadi pada Penghulu Bagandan yang gugur di medan perang.
Ki Lesap yang menang terus ke timur dan bertempur dengan Cakraningrat V, hingga dapat dipukul mundur sampai bantuan dari kompeni didatangkan dari Surabaya.
Sayangnya pasukan kolonial Belanda ini tidak bertahan dan terpaksa mundur, sedangkan Cakraningrat V yang kalah lalu mengungsi ke Melaja.
Ki Lesap kemudian membuat pesanggrahan di Desa Tonjung.
Cakraningrat V pada suatu malam bermimpi agar Lesap dikirimi seorang wanita yang memegang bendera putih yang berarti Bangkalan akan menyerah, dan itu dijalankan oleh Cakraningrat.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR