Ki Lesap berambisi untuk memegang pemerintahan di Pulau Madura, maka dia pun pergi meninggalkan kota tersebut dan menuju ke arah timur, dan setibanya di Gunung Pajudan di daerah Guluk-guluk, dia mulai bertapa selama beberapa tahun.
Karena kesaktian Ki Lesap, dia memiliki sebuah golok yang bisa diperintahkan mengamuk sendiri tanpa ada yang memegangnya, dan ini membuat Lesap terkenal di pelosok Madura.
Karena ambisinya, Lesap yang setelah merasa yakin, mulai mengobarkan api pemberontakan.
Dengan mendapatkan simpati dari rakyat dan saat turun dari pertapaannya di Gunung Payudan, dia berhasil menaklukkan desa-desa yang didatanginya.
Ki Lasep mulai pemberontakannya dari timur, menyerang Kerajaan Sumenep dan berhasil mendudukinya.
Pangeran Tjokronegoro IV (Raden Alza) sebagai Bupati Sumenep merasa sangat ketakutan dan melarikan diri bersama-sama keluarganya ke Surabaya, melaporkan adanya pemberontakan tersebut kepada kolonial Belanda.
Ki Lasep kemudian bergerak dari Sumenep ke Pamekasan melalui jalan sebelah selatan dan singgah di Bluto, Prenduan, Kadura, dan seterusnya.
Di setiap tempat yang dilaluinya dia disambut oleh rakyat dengan penuh simpati dan menggabungkan diri dengan pasukan pemberontak.
Pamekasan pun dapat dikalahkan karena Bupati Pamekasan ketika itu, Tumenggung Ario Aikoro IV (R. Ismail) tidak berada di tempat, sedang bepergian ke Semarang.
Adikoro IV yang mengetahui hal tersebut, meminta izin kepada mertuanya, Cakraningrat V, untuk perang melawan Lasep, yang kemudian menuju Blega dan bertemu lalu bergabung dengan kelompok dari Pamekasan yang dipimpin oleh Wongsodirejo, Penghulu Bagandan.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR