Sementara, para wanita mengenakan selembar daun atau kulit kayu yang diikat dengan tali di pinggang untuk menutupi auratnya.
Namun, pada acara adat dan penyambutan tamu, kaum prianya mengenakan hiasan di kepala dari bulu kasuari dan mengoles tubuh dengan air sagu.
Suku ini hidup pada taraf meramu, berburu, dan semi nomaden atau berpindah-pindah, karenanya mereka membuat sejumlah peralatan seperti panah, tombak, parang, pisau belati, dan lain-lain untuk berburu.
Binatang hutan yang menjadi buruan mereka adalah babi, kasuari, kus-kus, dan burung, yang dimasak dengan cara dibakar atau bakar batu.
Suku Bauzi menokok sagu sebagai makanan pokok dan menanam umbi-umbian, sayangnya jarang mengonsumsi sayur-sayuran.
Tak heran, bila anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui suku Bauzi sering mengalami gejala kurang gizi dan anemia.
Tetapi, walaupun terbatas, mereka memiliki pengetahuan mengenai cara pengobatan alami dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan hutan (etno-medicine).
Dengan membangun bifak di pinggiran sungai dan hutan, mereka membantu proses perburuan, meramu, atau berkebun, dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan makanan dan kenyamanan suatu wilayah.
Sayangnya, mereka tidak mengenal cara bercocok tanam yang baik, maka dengan bantuan misionaris, mereka mulai sedikit mengenal cara-cara berkebun.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR