Putusan pengadilan itu dilaksanakan atas perintah jaksa setelah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Sosial.
Pelaksanaan kebiri kimia dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.
Lebih lanjut, PP Nomor 70 Tahun 2020 menjelaskan bahwa tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun.
Sebelum dilakukan tindakan kebiri kimia, terpidana harus mengikuti penilaian klinis yang meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Setelah dilakukan penilaian klinis, ditarik kesimpulan untuk memastikan terpidana layak atau tidak dijatuhi tindakan kebiri kimia.
Jika kesimpulan menyatakan tidak layak, maka pelaksanaan tindakan kebiri kimia ditunda paling lama 6 bulan.
Selama masa penundaan, dilakukan penilaian klinis dan kesimpulan ulang untuk memastikan layak atau tidaknya terpidana dikenakan tindakan kebiri kimia.
Jika penilaian klinis dan kesimpulan ulang masih tetap menyatakan terpidana tidak layak maka Jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dengan melampirkan hasil penilaian klinis dan kesimpulan ulang.
Kebiri kimia dilakukan dengan memberikan zat atau obat, biasanya dalam bentuk suntik, untuk mengurangi hasrat dan fungsi seksual para pelaku pelecehan seksual anak.
Kebiri kimia juga dapat memberikan dampak lain, seperti: ketidaksuburan; sensasi rasa panas, berkeringat, dan jantung berdebar (hot flashes); anemia; serta depresi.
Selain itu, kebiri kimia juga dapat meningkatkan risiko pembesaran payudara pada pria yang disebut dengan ginekomastia.
Semakin lama kebiri kimia dilakukan, risiko munculnya efek samping juga akan meningkat.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR