Intisari-Online.com -Ketegangan antara Rusia dan Ukraina masih terus berlanjut.
Hari Selasa (7/12/2021), Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pembicaraan secara virtual tentang Ukraina dan topik lainnya.
Pembicaraan itu dilakukan di tengah memuncaknya kekhawatiran Barat bahwa Moskow akan menyerang tetangga selatannya itu.
Biden memperingatkan bahwa jika pasukan Rusia sekarang berkumpul di sebelah Ukraina meluncurkan serangan besar, Moskow akan menghadapi sanksi ekonomi AS tidak seperti yang pernah dilihat sebelumnya.
Tak lama setelah pembicaraan tersebut, Rusia memperingatkan jika ketegangan antara Rusia dan Ukraina dapat memunculkan kembali krisis mengerikan ini.
Pada hari Kamis, Rusia mengatakan bahwa meningkatnya ketegangan di Ukraina dapat menyebabkan terulangnya krisis rudal Kuba, melansir The Jerusalem Post, Kamis (9/12/2021).
Krisis rudal Kuba terjadi ketika dunia berada di ambang perang nuklir.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov membuat komentar tersebut ketika ditanya oleh seorang reporter apakah situasi saat ini dapat berubah menjadi sesuatu yang menyerupai kebuntuan Perang Dingin 1962 antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
"Anda tahu, itu benar-benar bisa terjadi," katanya seperti dikutip kantor berita Interfax. "Jika segala sesuatunya terus berlanjut, sangat mungkin dengan logika peristiwayang tiba-tiba bangun dan melihat diri Anda dalam sesuatu yang serupa."
Krisis Kuba dipicu oleh penempatan rudal nuklir Soviet di pulau Karibia.
Hal itu mendorong Amerika Serikat memberlakukan blokade laut untuk mencegah pengiriman Moskow lebih banyak lagi.
KetakutanRusia yang dinyatakan di Ukraina, yang berusaha untuk bergabung dengan NATO, adalah bahwa aliansi tersebut akan mengerahkan rudal di sana dan menargetkanrudal-rudal tersebut untuk melawan Rusia.
NATO mengatakan itu adalah aliansi defensif dan kekhawatiran seperti itu tidak beralasan.
Ukraina mengatakan pihaknya takut akan invasi oleh puluhan ribu tentara Rusia yang berkumpul di dekat perbatasannya, sementara Moskow mengatakan sikapnya murni defensif (untuk pertahanan).
Krisis rudal Kuba berhasil diredakan ketika pemimpin Soviet Nikita Khrushchev setuju untuk membongkar dan menghapus senjata nuklir sebagai imbalan atas janji Presiden AS John F. Kennedy untuk tidak menyerang kembali pulau Komunis.
Washington juga diam-diam setuju untuk menghapus rudal nuklirnya dari Turki, dalam bagian dari kesepakatan yang tidak terungkap sampai beberapa dekade kemudian.
Sementara itu, Joe Biden dilaporkan memberikan dukungan kepada Ukraina dalam perjuangannya menghadapi ancaman Rusia dan mendesak solusi diplomatik untuk konflik di Eropa timur ini.
Biden memberikan dukungan sambil menjanjikan bantuan AS jika Moskow menyerang.
Sementara, Gedung Putih mengatakan Biden menegaskan kembali komitmen teguh Amerika Serikat terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina.
Biden dilaporkan juga telah melakukan panggilan terpisah kepada para pemimpin anggota NATO, seperti Bulgaria, Republik Ceko, Estonia, Hongaria, Latvia, Lithuania, Polandia, Rumania, dan Slovakia yang semuanya berada di Eropa timur dan sangat prihatin dengan ancaman militer Rusia terhadap Ukraina.
Gedung Putih dikutip dari Kantor Berita AFP, Jumat (10/12/2021), mengatakan, “Mereka membahas pembangunan militer Rusia yang tidak stabil di sepanjang perbatasan Ukraina dan perlunya sikap NATO yang bersatu, siap, dan tegas untuk pertahanan kolektif sekutu."