Intisari-Online.com – Penting untuk melihat peningkatan hubungan ASEAN dengan China menuju Kemitraan Strategis Komprehensif dalam konteks insiden baru-baru ini di Laut China Selatan.
Namun, jika ASEAN masih saja percaya bahwa China pada akhirnya akan bergerak menuju Kode Etik yang lebih mengikat di Laut China Selatan, maka peristiwa selama beberapa minggu terakhir ini harus menjadi bukti yang cukup bahwa itu mungkin tidak akan tercapai.
Semakin Beijing berupaya mendorong tatanan normatif, khususnya dalam hal ruang maritim negara-negara ASEAN, maka semakin terungkaplah secara nyata kemampuan China untuk berbicara dengan lidah bercabang.
Pada 22 November, ASEAN dan China menyimpulkan KTT Khusus untuk memperingati 30 tahun Hubungan Dialog ASEAN-China.
Tujuan dari acara tersebut adalah menekankan bagaimana kemitraan itu akan berkembang di masa depan, dinyatakan bahwa peningkatan ikatan ke tingkat Kemitraan Strategis Komprehensif akan menyoroti ‘perdamaian, keamanan, kemakmuran, dan pembangunan berkelanjutan.’
Namun, mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah KTT khusus ini, penting untuk dipertanyakan secara tidak langsung, mengenai perdamaian, keamanan, kemakmuran, dan pembangunan berkelanjutan siapa yang sebenarnya dibahas dalam KTT itu?
Pertemuan puncak hubungan ASEN-China pada November itu terbentuk atas latar belakang perkembangan di Laut China Selatan pada pertengahan November.
Ketika itu Beijing dan Filipina berselisih mengenai Beting Thomas Kedua, yang dikenal juga sebagai Ayungin Shoal, wilayah yang diperebutkan antara kedua negara itu sejak 1999.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR