Advertorial
Intisari-Online.com -Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja merupakan raja pertama Kerajaan Pajajaran yang berkuasa antara 1482-1521.
Di bawah kekuasannya, Kerajaan Pajajaran mengalami perkembangan pesat.
Masa pemerintahannya juga dikenang rakyat sebagai zaman perdamaian dan kemakmuran.
Dari istrinya Subang Larang, Prabu Siliwangi memiliki tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuwana, Nyimas Rara Santang, dan Raden Kian Santang.
Salah satu putranya, Raden Kian Santang, nantinya akan mengajak Prabu Siliwangi untuk masuk Islam.
Namun, Prabu Siliwangi menolaknya dan bahkan sampaimenghilangdi hutanSancang.
Hal ini juga dilakukan untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam.
Banyak kisah mengandung kepercayaan (mitos) yang menganggap Leuweung Sancang di Garut sebagai tempat tilem (menghilang) Prabu Siliwangi.
Menurut cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan oleh panitia Hari Buku International Indonesia yang diprakarsai Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1972, Prabu Siliwangi mubus (kabur menyelinap) ke arah selatan karena dikejar-kejar anaknya, Kian Santang, agar masuk Islam.
Tiba di Hutan Sancang, Prabu Siliwangi bersama pengikut setianya menghilang.
Prabu Siliwangi mindarupa (berubah wujud) menjadi macan putih, sedangkan pengikutnya menjadi macan belang manjang yang disebut maung Sancang.
Konon macan putih jelmaan Prabu Siliwangi bersemayam di sebuah goa besar bernama Guha Garogol dan sesekali merenung menyendiri di puncak Karang Gajah di dekat muara Sungai Cikaingan.
Macan putih atau maung bodas merupakan salah satu pasukan gaib Prabu Siliwangi.
Macan itu juga dianggap sebagai khodam penjaga Prabu Siliwangi.
Asal mula macan itu menjadi khodam Prabu Siliwangi yakni setelah sang prabu menaklukkannya dalam suatu pertempuran sengit.
Diketahui, macan putih yang dimaksud ini adalah raja macan putih bernama Maung Bodas dari dunia gaib, yang memiliki ribuan tentara sejenisnya.
Dirasa telah banyak membantu kejayaan Pajajaran, Prabu Siliwangi kemudian mengukirkan kepala harimau di gagang pusaka kujang miliknya dan menyuruh maung bodas 'bersemayam' di dalamnya.
Sehingga kemana pun Prabu Siliwangi pergi, maung bodas selalu di dekatnya, sebagaimana kujang pusaka yang selalu dibawanya.