Intisari-Online.com - Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara pada zamannya.
Tetapi, rupanya ditemukan pula jejak kehadiran Islam dari masa kerajaan ini.
Kerajaan Majapahit sendiri merupakan kerajaan berdiri pada akhir abad ke-13, yang mengalami masa kejayaan pada abad ke-14.
Diyakini, kerajaan ini menguasai sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, dan wilayah-wilayah kepulauan di timur Jawa.
Raja pertama dan pendiri Majapahit adalah Raden Wijaya.
Dia bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana, dinobatkan menjadi raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 tahun, yakni pada 1293 Masehi hingga 1309 Masehi.
Soal jejak kehadiran Islam di masa kerajaan ini, ditunjukkan melalui bukti-bukti sejarah yang mengindikasikan bahwa sudah ada elit masyarakat atau bangsawan Majapahit yang memeluk agama Islam pada awal abad ke-14.
Bukti paling tua yang menunjukan adanya orang Jawa yang memeluk Islam adalah batu nisan di pemakaman Trowulan dan Tralaya di Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Tak lain, pemakaman tersebut letaknya di ibu kota Kerajaan Majapahit.
Terdapat batu nisan tua milik seorang Muslim di pemakaman Trowulan, pada nisannya tertulis tahun 1290 Saka atau 1368 M.
Bukan hanya itu, ternyata banyak batu nisan milik Muslim lainnya di sana.
Batu-batu nisan itulah yang menjadi bukti yang sangat penting dan luar biasa bagi kehadiiran Islam di masa Majapahit.
Batu nisan itu dapat menjadi bukti bahwa bangsawan Jawa mengakomodasi masyarakat yang memeluk agama Islam pada masa tersebut, meski Majapahit menganut agama Hindu-Budda.
Nagarakretagama, karya seorang Buddhis bernama Empu Prapanca tahun 1365 M yang memuji Raja Hayam Wuruk, penguasa Majapahit kala kerajaan ini mencapai puncak kejayaanya memang tidak menunjukkan keberadaan Islam di tanah Jawa.
Melainkan, dalam pembukaan kakawin atau syair Nagarakretagama dituliskan bahwa Raja Hayam Wuruk digambarkan sejajar dengan Siwa dan Buddha.
Dia juga digambarkan sebagai bentuk kebenaran tertinggi dari agama atau filsafat apapun.
Meski begitu, bukti-bukti yang ada menunjukan anggota keluarga kerajaan sudah ada yang menjadi Muslim.
Tak heran jika ada yang percaya kerajaan Majapahit adalah kerajaan Islam.
Tetapi dengan adanya rakyat maupun keluarga kerajaan yang menganut Islam sekalipun, bukan berarti kerajaan ini merupakan kerajaan Islam.
Hayam Wuruk, Penguasa Majapahit di Masa Kejayaannya
Saat Hayam Wuruk berkuasalah kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya.
Dia adalah cucu Raden Wijaya yang memerintah pada 1350 M hingga 1389 M.
Saat memimpin, ia didampingi Patih Gajah Mada.
Masa kejayaan Kerajaan Majapahit disebut tak terlepas dari peran Gajah Mada.
Gajah Mada diangkat sebagai patih amangku bhumi pada 1336 M atau sewaktu Tribhuwana Tunggadewi, ibunda hayam Wuruk, berkuasa.
Saat penobatannya, Gajah Mada bersumpah untuk menyatukan Nusantara di bawah panji Majapahit. Sumpah itu dinamakan Amukti Palapa atau dikenal dengan Sumpah Palapa.
Begitu terkenalnya, sampai saat ini pun Sumpah Palapa masih terus diperbincangkan, seperti halnya Gajah Mada.
Permaisuri Hayam Wuruk adalah putri dari Wijayarajasa atau Bhre Wengker yang bernama Sri Sudewi dengan gelar Paduka Sori.
Dari permaisurinya, Hayam Wuruk mempunyai putri bernama Kusumawardhani, yang kemudian menikah dengan Wikramawardhana (raja kelima Majapahit).
Setelah Gajah Mada mundur dari jabatannya dan wafat pada 1364 M, Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon sebagai patih.
Hayam Wuruk kemudian wafat pada 1389 M di usia 55 tahun dan dimakamkan di Tajung.
Setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk tiada, Kerajaan Majapahit terus mengalami kemunduran.
Baca Juga: Pancasila sebagai Sistem Filsafat, Apa Maksudnya?
(*)