Intisari-Online.com - Gajah Mada merupakan salah satu sosok yang menyimpan misteri sepanjang masa dalam sejarah Nusantara.
Asal-usulnya tidak banyak diketahui, kematiannya pun menghadirkan teka-teki.
Disebutkan dalam kitab Kakawin Nagarakretagama, sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, dia menjumpai Gajah Mada telah sakit.
Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi karena sakit.
Sementara versi lain menyebut bahwa Gajah Mada moksa atau menghilang. Ini seperti yang tertulis dalam Kidung Sunda Pupuh ke tiga atau Sinom.
Gajah Mada adalah sosok mahapatih paling berpengaruh dalam perjalanan panjang Kerajaan Majapahit menuju puncak kejayaaannya.
Kerajaan Majapahit sendiri dikenal sebagai kerajaan terbesar di Nusantara.
Gajah Mada dikenal sebagai sosok patih perkasa yang setia kepada pemangku takhta Majapahit untuk terus menjaga keutuhan dan melebarkan pengaruh kerajaan.
Salah satu peranan Patih Gajah Mada pada masa kejayaan Majapahit yang paling terkenal adalah menyatukan wilayah nusantara seperti yang diucapkannya dalam Sumpah Palapa.
Sementara itu, Perang Bubat antara Kerajaan Majapahit dan Sunda Pajajaran pada 1357 disebut mengakhiri kejayaan Gajah Mada.
Perang Bubat bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menjadikan putri Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi, sebagai permaisuri.
Tetapi saat pernikahan hendak dilangsungkan, Gajah Mada menginginkan Sunda takluk dan menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan.
Akibat penolakan Sunda, terjadilah perang di Bubat, yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda.
Seluruh rombongan Sunda gugur dalam pertempuran dan langkah diplomasi Hayam Wuruk pun gagal.
Peristiwa itu konon membuat Gajah Mada dicabut dari jabatannya sebagai mahapatih.
Lalu, seperti salah satu versi tentang akhir hidup Gajah Mada, dipercaya pahih Majapahit ini bertapa dan mencapai moksa.
Di sisi lain, ada sejumlah tempat yang dipercaya sebagai lokasi tempat Gajah Mada dimakamkan.
Salah satunya di atas sebuah bukit di Kelurahan Majapahit, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan.
Melansir Kompas.com, tempat yang diyakini masyarakat Pulau Buton sebagai makam Patih Gajah Mada tersebut kini menjadi lokasi wisata religi.
"Leluhur kami sering bercerita tentang makam Patih Gajah Mada. Di sana juga ada tumbuh pohon maja beberapa ratus meter dari kuburan, dan ada juga tulisan Sanskerta di atas batu," kata Lurah Majapahit, Amran Aingke, Sabtu (9/1/2016).
Amran, mengatakan, tulisan beraksara Sanskerta di tempat tersebut kini sudah tidak jelas.
"Tahun 2000 pernah dipotret itu batu, tetapi sekarang sudah tidak jelas karena sering kena pembakaran lahan sejak lama.
"Tulisannya sudah rusak dan rapuh karena kena api terus, tetapi sekarang kami sedang mencari tahu arti bahasa Sanskerta itu," ujarnya.
Tempat yang diyakini sebagai makam Gajah Mada itu berukuran sekitar 40 x 40 meter.
Kemudian, di tengah lahan itu terdapat pohon besar yang rindang, di mana ada beberapa batu yang diduga merupakan batu nisan yang tidak bernama.
Dipercaya sebagai lokasi makam Gajah Mada, tempat itu pun sering diziarahi sejumlah warga.
Seperti diungkapkan seorang warga Kelurahan Majapahit, La Ode Basarudin, "Ada warga yang ke sini untuk sembahyang. Apalagi kalau hendak menanam atau memanen hasil pertanian, mereka pasti membawa sesuatu ke makam mahapatih ini," katanya.
Ia pun menuturkan kisah yang diceritakan secara turun-termurun di masyarakat setempat tentang kedatangan Gajah Mada dan 40 pengikutnya ke Pulau Buton.
Dikisahkan, tanpa diketahui masyarakat setempat Gajah Mada dan pasukannya masuk ke dalam hutan.
Tetapi, keesokan harinya warga desa sekitar melihat ada asap tebal muncul dari dalam hutan, sehingga karena penasaran mereka mendatangi sumber asap.
Tahu warga segera datang, Gajah Mada pun mengajak pengikutnya untuk masuk semakin jauh ke dalam hutan.
Menurut kisah ini, Patih Gajah Mada mati bersama 40 pengawalnya di atas bukit tempat mereka tinggal di dalam hutan tersebut.
(*)