Isinya Bahkan Ada yang Dijadikan Semboyan Bangsa Indonesia hingga Kini, Sebenarnya Bagaimana Isi Kitab Sutasoma Karangan Mpu Tantular yang Ditinggalkan Majapahit?

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Bagaimana Isi Kitab Sutasoma Karangan Mpu Tantular yang Ditinggalkan Majapahit
Bagaimana Isi Kitab Sutasoma Karangan Mpu Tantular yang Ditinggalkan Majapahit

Intisari-Online.com - Kakawin Sutasoma dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Kutipan frasa Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Kakawin Sutasoma pada pupuh 139 bait 5, berikut bunyinya.

Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen

Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa

Baca Juga: Namanya Tak Sekondang Gajah Mada, Konon Sosok Panglima Majapahit Paling Tangguh di Lautan Mpu Nala Namanya, Jasanya Taklukkan Nusantara Nyaris Sebanding dengan Gajah Mada

Dalam bait tersebut dikatakan bahwa meskipun Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat dikenali.

Sebab kebenaran Buddha dan Siwa adalah tunggal.

Berbeda tetapi tunggal, sebab tidak ada kebenaran yang mendua.

Bila diterjemahkan tiap kata, bhinneka artinya beraneka ragam, tunggal berarti satu dan ika berarti itu.

Baca Juga: Jadi Penguasa Nusantara, Begini Jalan Panjang Raden Wijaya Dirikan Kerajaan Majapahit, Terpaksa Tunduk pada Musuhnya hingga Berhasil Kadali Pasukan Mongol

Sehingga pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi tetap satu.

Lalu, seperti apa sebenarnya isi Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada abad ke-14 ini?

Melansir Kompas.com, kitab Sutasoma bercerita mengenai Pangeran Sutasoma.

Di dalamnya juga mengajarkan toleransi beragama, khususnya antara Hindu dan Buddha.

Baca Juga: Bantu VOC Kuasai Jawa hingga Jadi Pelindung Para Penguasa Majapahit, Inilah Makhluk-Makhluk Mitologi Indonesia yang Kerap Dikaitkan dengan Sejarah Nusantara

Rangkuman isi

Kitab Sutasoma berisi kisah upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma.

Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih menyukai memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya menjadi raja.

Maka pada suatu malam, Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semedi di sebuah candi dan mendapat anugerah.

Sutasoma kemudian pergi ke pegunungan Himalaya bersama beberapa pendeta.

Sesampainya di sebuah pertapaan, sang pangeran mendengarkan riwayat cerita tentang raja, reinkarnasi seorang raksasa, bernama Prabu Purusada yang senang memakan daging manusia.

Baca Juga: Pantesan Pasukan Mongol dengan Mudah Ditaklukkan, Terkuak Siasat Cerdik Raden Wijaya Gunakan Iming-iming Wanita Cantik Sukses Kadali Pasukan Mongol, Begini Kisahnya

Para pendeta dan Batari Pretiwi membujuk Sutasoma agar membunuh Prabu Purusada.

Namun, Sutasoma menolak karena ingin melanjutkan perjalanan.

Di perjalanan, sang pangeran bertemu dengan raksasa berkepala gajah pemakan manusia dan ular naga.

Si raksasa dan ular naga yang tadinya ingin memangsa Sutasoma berhasil ditaklukkan. Setelah mendengar khotbah dari Sutasoma tentang agama Buddha, keduanya bersedia menjadi muridnya.

Sang pangeran juga bertemu dengan harimau betina yang akan memakan anaknya sendiri.

Sutasoma sempat mati karena bersedia menjadi mangsa harimau itu.

Lalu datanglah Batara Indra dan Sutasoma dihidupkan kembali.

Baca Juga: Jadi Sosok Penerus Trah Pendiri Majapahit, Jayanegara Justru Disebut Sebagai Sosok Raja Paling Dibenci dalam Sejarah Majapahit, Pemberontakan Berkali-kali Ini jadi Bukti Sejarahnya

Tersebutlah sepupu Sutasoma bernama Prabu Dasabahu, berperang dengan anak buah Prabu Kalmasapada (Purusada).

Anak buah Prabu Kalmasapada kalah dan meminta perlindungan Sutasoma.

Prabu Dasabahu yang terus mengejar akhirnya tahu bahwa Sutasoma adalah sepupunya, lalu di ajak ke negerinya dan dijadikan ipar.

Setelah kembali ke Astina, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Sutasoma.

Cerita dilanjutkan dengan kisah Prabu Purusada dalam membayar kaul kepada Batara Kala supaya bisa sembuh dari penyakitnya.

Purusada telah mengumpulkan 100 raja, tetapi Batara Kala tidak mau memakan mereka.

Prabu Sutasoma bersedia menjadi santapan Batara Kala sebagai ganti atas 100 raja sitaan Purusada.

Mendengar permintaan raja Astina, Purusada menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji tidak akan memakan daging manusia lagi.

Baca Juga: Jejak Kebesarannya Masih Terlihat Hingga Kini, Terkuak Mataram Kuno Justru Runtuh Tanpa Jejak, Silsilah yang Membingungkan dan Pemberian Tahta Membuat Kerajaan Ini hanya Bertahan Seumur Jagung

(*)

Artikel Terkait