Intisari-Online.com -Di awal berdirinya, kekokohan Kerajaan Majapahit beberapa kali diguncang oleh sosok "Sengkuni" bernama Mahapati.
Seperti diketahui, dalam kisah pewayangan, nama Sengkuni kerap kali dikaitkan dengan politik culas yang penuh tipu daya.
Dialah yang dianggap sebagai biang keladi perseteruan besar antara para Kurawa dan para Pandawa.
Dalam kisah Mahabharata, sosok ini menjadi personifikasi dari Dwaparayuga, yaitu era penuh kekacauan di muka Bumi.
Kembali ke Nusantara khususnya di era kerajaan Majapahit, sosok Sengkuni dalam wujud Mahapati benar-benar layak mendapat cerita khusus.
Dia berulang kali mengeluarkan hasutan-hasutan yang pada akhirnya memicu pemberontakan di masa awal kepemimpinan Raden Wijaya.
Bayangkan, dalam waktu relatif singkat, dia berhasil menyingkirkan para pesaingnya dengan nyaris tak pernah menggunakan tangannya sendiri.
Para pesaingnya ini pun bukan orang-orang sembarangan, mereka adalah para sahabat Raden Wijaya yang sudah dianggap sebagai pahlawan Majapahit.
Keempat sahabat Raden Wijaya yang dimaksudadalah Ranggalawe, Kebo Anabrang, Lembu Sora, dan Nambi.
Urutan nama di atas sekaligus merupakan urutan dari korban-korban hasutan Mahapati.
Maka, seperti disebutkan di atas, korban pertama taktik licik Mahapati adalah Ranggalawe.
Ranggalawe sendiri pada masa awal berdirinya Majapahit memang sedang dalam posisi kecewa setelah dirinya gagal menjadi Adipati Tuban.
Bahkan, dia pun pada akhirnya memberontak saat kecewa dengan keputusan Raden Wijaya untuk mengangkat Nambi sebagai Rakryan patih.
Singkat cerita, Ranggalawe yang memilih kembali ke Tuban seiring kekecewaannya diisukan akan melakukan pemberontakan oleh Mahapati.
Sosok yang dihasut oleh Mahapati adalah sang patih, Nambi, yang kemudian mengirimkan pasukan untuk menyerang Ranggalawe.
Dalam pertempuran, Nambi juga turut mengajak dua sahabat Raden Wijaya lain, yaitu Lembu Sora dan Kebo Anabrang.
Di tangan nama terakhirlah pada akhirnya nyawa Ranggalawe berakhir di dekat Sungai Tambak Beras, Jombang.
Di tempat yang sama pula, masih dalam pertempuran tersebut, nyawa Kebo Anabrang melayang di tangan Lembu Sora.
Ya, sosok yang awalnya teguh berdiri di balik panji Majapahit tersebut tidak dapat mengingkari hatinya kala melihat Ranggalawe yang merupakan keponakannya sendiri, dibunuh oleh Kebo Anabrang.
Mahapati jelas sangat semringah melihat dua musuh politiknya tewas dalam satu pertempuran yang sama.
Dia pun segera melihat sosok Lembu Sora yang tiba-tiba memiliki citra sebagai pengkhianat kerajaan sebagai target berikutnya.
Lembu Sora sendiri sebenarnya sudah mendapatkan pengampunan dari Raden Wijaya atas aksinya membunuh Kebo Anabrang.
Namun, Mahapati kemudian kembali mengeluarkan praktik culasnya, dia menebar fitnah bahwa Lembu Sora adalah pemberontak yang pantas dihukum mati.
Di sisi lain, Mahapati juga mengelabui Lembu Sora, yang sedang berada di rumahnya, untuk menyerahkan diri seiring keputusan raja.
Momen yang serupa seperti Ranggalawe pun kembali terjadi, rencana Lembu Sora menemui raja justru digembar-gemborkan sebagai rencana pemberontakan oleh Mahapati.
Pertempuran pun akhirnya tak bisa terhindarkan, namun karena kalah jumlah, Lembu Sora dan para pengikutnya tewas di tangan pasukan Majapahit yang dipimpin Nambi.
Sasaran terakhir
Dus, kini hanya tersisa satu orang yang mengganjal nafsu berkuasa Mahapati, yaitu Nambi.
Momen 'mudik' kembali menjadipusat dari segala strategi licik Mahapati.
Saat Nambi kembali ke Lumajang untuk menengok ayahnya yang sakit, Mahapati menebar isu bahwa sang patih berencana untuk menyerang Majapahit yang kala itu sudah dipimpin oleh raja Jayanegara.
Tanpa berpikir panjang, tentu saja di bawah hasutan Mahapati, Jayanegara langsung mengirim pasukan untuk menumpas "pemberontakan" Nambi.
Di sisi lain, Nambi sudah mendengar rencana penyerangan pasukan Majapahit segera membangun benteng pertahanan di Lumajang.
Seperti sudah dapat dituga sebelumnya, benteng dan pasukan Nambi tidak sebanding dengan kekuatan militer Majapahit.
Pahlawan yang amat berjasa dalam berdirinya Majapahit itu pun tewas, juga seluruh keluarganya.
Bagaimana dengan nasib Mahapati? Sesuai impiannya dia berhasil mendapatkan posisi patih di kerajaan Majapahit.
Namun, seperti umumnya perbuatan culas lain, taktik licik Mahapati pun perlahan terbongkar dan sampai di telinga Jayanegara.
Sang raja yang murka pun tidak ragu menjatuhkan hukuman mati terkeji, yaitu dengan caracineleng-celang alias "dicincang seperti babi hutan".