Intisari - Online.com -Rapat pleno Partai Komunis China keempat berfokus pada sejarah China dan bertujuan untuk merevisinya.
Tentunya agenda ini bukanlah agenda kecil atau terbilang aneh, karena di dalam logika partai dan China sendiri, agenda ini menjadi langkah penting bagi Presiden Xi Jinping.
Xi Jinping disebut-sebut sedang menapaki jalan untuk menjadi presiden tiga periode dan mungkin lebih dari itu.
Kaum bangsawan telah lama hidup menguasai Eropa selama berabad-abad, menguasai lebih dari dinasti bahkan berbagai negara.
Ada nama-nama Bourbon, Habsburg, dan Hohenzollern yang berkuasa selama berabad-abad, juga ada keluarga-keluarga di Roma yang berkuasa karena ia merupakan keturunan Julius Caesar.
Walaupun mereka tidak lama berkuasa, mereka masih memiliki kediaman besar, mendapatkan kehormatan dan pengaruh yang besar.
Namun hal yang sama tidak berlaku di China, sekalinya dinasti runtuh, semua kekuasaan dan pengaruh juga hilang.
Keturunan langsung dari dinasti Ming atau Qing tidak punya pengaruh, otoritasnya nol dan bahkan menjadi orang miskin yang kotor, dan tidak ada yang mengharapkan mereka memiliki kondisi yang berbeda.
Di China, kekuatan aristokratik datang dari hubungan langsung dengan dinasti yang berkuasa dan lebih konkret lagi dengan kaisar yang berkuasa, tidak seperti di Eropa, di mana prestise fana tapi konkret datang dari gelar seperti bangsawan, adipati, atau pangeran yang mencakup garis pemerintahan yang berbeda.
Di bawah kekuasaan komunis, semua bangsawan Qing kehilangan kekuatan mereka atau malah dianiaya, seperti mantan pejabat Kuomintang, yang dikalahkan dalam perang sipil.
Bangsawan baru adalah orang-orang yang terhubung dengan partai dan terutama dalam 30 tahun terakhir, kepada "kaisar" Mao.
Ia adalah ketua partai dan selain jabatan resmi apapun, Mao Zedong menjadi pengendali negara tersebut.
Setelah kekuasaannya jatuh, Deng Xiaoping mengambil alih kekuasaan Republik Rakyat China.
Posisi kuncinya adalah ketua komisi militer, dan ia menguasai dari sana.
Namun, walaupun ia telah melepaskan jabatan itu kepada Jiang Zemin tahun 1989, ia masih berkuasa sampai ia terserang stroke tahun 1995 dan meninggal di tahun 1997.
Baik Mao dan Deng merawat "bangsawan merah" jenderal mereka, tapi khususnya, mereka merawat teman-teman mereka, yang memiliki status spesial dan kumis atas "pangeran merah" lainnya.
Kini, jika Xi ingin status bersejarah seperti Mao dan Deng, yang sedang ia inginkan, maka Xi akan mendapat banyak keuntungan.
Dia memperoleh kekuatan besar seumur hidup, dan orang-orangnya akan naik "peringkat aristokrat" di atas para penguasa masa lalu.
Yaitu, orang-orang Xi akan berada di atas para penguasa yang dipilih di masa lalu dan para kader senior lawas yang kemungkinan akan disingkirkan.
Para kader senior lawas inilah yang selalu menjadi musuh bagi reformasi Xi Jinping.
Mengutip Asia Times, pengamat Charles Parton menyebut pleno ini dalam sejarah terjadi dua kali, yaitu pada tahun 1945 dan 1981, untuk menandai peran spesial Mao dan Deng.
"Sama seperti Mao tahun 1945 berdiri di era baru, dan Deng tahun 1981 menyambut era reformasi, maka Xi telah mendeklarasikan era baru, umur ketiga dari 'Marxisme China.'
"Seperti halnya resolusi 1945 dan 1981 yang menggarisbawahi kekuatan mutlak Mao dan Deng, maka pleno 2021 bertujuan untuk menggarisbawahi posisi kuat Xi yang tidak tergoyahkan.
"Kelanjutan sejarah penuh kejayaan Partai Komunis China telah tertera dalam kampanye politik tahun ini untuk mempelajari sejarah. Pujian yang diperlukan untuk satu penguasa kuat adalah tema komentar dari People's Daily dari 19 Oktober 2021."
Menariknya, pleno-pleno sebelumnya dalam sejarah juga membahas latar belakang diskusi panas tapi gagal mengenai demokrasi China.
Pada tahun 1945 partai nasionalis yang berkuasa, KMT dan CCP telah sepakat dalam gencatan senjata, ditengahi oleh AS, untuk melaksanakan pemilihan demokrasi.
Tahun 1981, di Dinding Demokrasi di Beijing, CCP telah memadamkan protes intelektual menuntut "modernisasi keempat": demokrasi.
CCP juga memiliki hubungan baik dengan AS saat itu, mungkin juga isu demokrasi dan ikatan positif dengan AS, baik untuk intelektual China dan secara sejarah menjadi pendorong di China, membantu Mao dan Deng mencapai afirmasi politik mereka.
Namun kali ini, hubungan CCP dengan AS tidak baik dan diskusi demokrasi tidak ada dalam gambar.
Maka pertanyaannya adalah: apakah Xi di panggung nantinya membahas isu demokrasi dan memperbaiki hubungan dengan AS agar mendapat dukungan?
Ataukah ia akan mengabaikan masalah ini yang kini makin menjadi sensitif, dan mengklaim jika CCP cukup kuat mendorong perubahan sejarahnya?
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini