Dianggap Pembuat Onar, di Masa Mudanya Mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta Pernah Diasingkan ke Negara Afrika Ini, Portugis Dibuat Marah oleh Pernyataannya

Khaerunisa

Editor

Jose Ramos-Horta, Mantan Presiden Timor Leste.
Jose Ramos-Horta, Mantan Presiden Timor Leste.

Intisari-Online.com - Jose Ramos-Horta, dikenal sebagai salah satu pendiri negara Timor Leste.

Pada tahun 2007 hingga 2012, ia pun menduduki kursi presiden Timor Leste.

Selain menjabat sebagai presiden Jose Ramos-Horta juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri tahun 2006-2007 di era kepemimpinan Xanana Gusmao.

Seperti Xanana Gusmao, Jose Ramos-Horta ikut memperjuangkan kemerdekaan negara Timor Leste.

Baca Juga: Tragedi Santa Cruz 1991 Jadi Titik Balik Perjuangan Kemerdekaan Timor Leste, Ini Latar Belakang dan Dampaknya

Bahkan, akibat aktivitasnya ketika Timor Leste dikuasai Portugis, ia pernah diasingkan ke Negara Afrika, Mozambik.

Jose Ramos-Horta lahir pada 26 Desember 1949 di Dili, ibu kota Timor Timur, dari ibu orang Timor dan ayah Portugis yang diasingkan ke tempat yang saat itu bernama Timor Portugis oleh kediktatoran Salazar.

Setelah belajar hukum di Amerika Serikat, Ramos-Horta kembali ke Timor Timur, yang saat itu di bawah kekuasaan Portugis, untuk ikut serta dalam gerakan kemerdekaan.

Tetapi kegiatannya itu akhirnya membuat marah penguasa Portugis, terutama dengan sebuah pernyataannya.

Baca Juga: Padahal Tanamannya Sering Dianggap Liar Dibiarkan Begitu Saja, Buah Lezat yang Satu Ini Ternyata Punya Manfaat untuk Mengobati Gangguan Lambung hingga Usus

Pengasingan Jose Ramos-Horta oleh Portugis

Melansir asiabyafrica.com, Ramos-Horta menjadi perhatian otoritas kolonial setelah membaca buku Eduardo Mondlane (presiden pendiri Front Pembebasan Mozambik, atau FRELIMO) berjudul Struggle for Mozambique atau Perjuangan untuk Mozambik dan melibatkan turis Amerika di ibu kota Dili dalam diskusi tentang anti-kolonialisme.

Pada satu titik Ramos-Horta mengatakan bahwa jika Portugal tidak akan mengembangkan Timor Timur, Amerika Serikat harus mengambilnya.

Karena pernyataan itu dan aktivisme politiknya yang berkembang, Horta yang saat itu berusia 21 tahun diasingkan pada tahun 1970 ke Mozambik (saat itu Afrika Timur Portugis) selama dua tahun.

Seperti Timor Leste, saat itu Mozambik merupakan koloni Portugis.

Baca Juga: Wajib Tahu, Air Rendaman Kulit Bawang Bombai Ternyata Mampu Sembuhkan Beberapa Penyakit Ini, Yuk Dicoba!

Orang-orang yang dianggap sebagai pembuat onar banyak diasingkan ke Mozambik, ini juga memiliki sejarah yang panjang.

Sebagai kepemilikan Portugis yang paling dekat dengan Timor Leste, maka dari Mozambik-lah Portugis menarik sumber daya untuk operasinya di Timor Leste atau Timor Portugis, termasuk mengasingkan 'pembuat onar' Timor Leste ke negara Afrika itu.

Misalnya, untuk tanggapan Portugal terhadap pemberontakan tahun 1911-1912 yang dilancarkan oleh Donn Roaventura, pemimpin raja Manufahi yang telah mempersatukan hampir semua raja Timor untuk melawan Portugis.

Saat itu Portugal mengirim pasukan dari Mozambik untuk memadamkan pemberontakan dan beberapa pemimpin pemberontak kemudian diasingkan ke Afrika.

Baca Juga: Hisashi Ouchi dan Rekannya TewasTerpapar Radiasi Nuklir Terburuk Sepanjang Sejarah Jepang, Korban ke-3Yutaka Yokokawa Justru Ditangkap Polisi

Demikian pula, pada tahun 1959, Portugal mengirim pasukan dari Mozambik untuk menumpas pemberontakan di wilayah tenggara kota Viqueque.

Selain pertimbangan logistik, pengiriman pasukan dari Mozambik juga merupakan bagian penting dari upaya Portugis untuk menabur permusuhan di antara orang-orang terjajah dengan memicu konflik di antara mereka.

Tetapi, pengasingan 'pembuat onar' Timor Leste ke Mozambik sendiri memainkan peran kunci dalam gerakan kemerdekaan Timor Leste di kemudian hari, seperti halnya Jose Ramos-Horta.

Setelah rezim diktator Portugal digulingkan pada tahun 1974, dekolonisasi berlangsung cepat di Afrika dan Timor Timur, didirikanlah Asosiasi Sosial Demokrat Timor (ASDT), yang kemudian berubah nama menjadi Fretilin. Jose Ramos-Horta merupakan salah satu pendirinya.

Baca Juga: Tafsir Lupa Berdasarkan Waktu Kejadian Menurut Primbon Jawa, Ada yang Bermakna Berjumpa Kawan Lama dan Dapatkan Keberuntungan

Pada bulan Maret 1975 Fretilin muncul sebagai partai paling populer di Timor Timur karena kampanye akar rumputnya di daerah pedesaan dan dukungan dari kaum tani Timor.

Meski, tak lama kemudian Timor Leste harus menghadapi serbuan pasukan Indonesia, dan akibatnya selama 2 dekade wilayah ini menjadi bagian Republik Indonesia menunda kemerdekaannya.

Setelah invasi Indonesia, orang-orang buangan Fretilin kembali menemukan perlindungan di Mozambik, termasuk Ana Pessoa Pinto, sosok yang kemudian menjadi istri Jose Ramos-Horta.

Selama berada di Mozambik, Ana Pessoa Pinto bergabung dengan Noemra Francisco (Mahkamah Agung Mozambik) dalam mendirikan proyek penelitian Perempuan dan Hukum di Afrika Selatan, serta menikahi Horta. Putra mereka, Loro Horta, bahkan lahir di pengasingan di Mozambik.

Baca Juga: Terjadi di Era Demokrasi Terpimpin dan Ditolak Angkatan Darat, PKI Menuntut Pemerintah Indonesia untuk Membentuk Angkatan Kelima dengan Tujuan Ini

Berulang Kali Jose Ramos-Horta Hampir Kehilangan Nyawa

Jose Ramos-Horta sempat akan diseksekusi di tempat pengasingannya pada tahun 1980-an. Beruntung, pejabat dari negara Afrika menyelamatkannya dari eksekusi selama pembersihan internal pada tahun itu.

Sesaat sebelum eksekusi, pejabat dari Frelimo datang ke kedutaan de facto Fretilin di Maputo di mana mereka berhadapan dengan orang Timor.

“Apa yang Anda lakukan adalah keputusan Anda. Anda berdaulat di sini di gedung ini," jelas agen Frelimo.

“Tetapi jika kamu mengeksekusi Horta, kami akan mengusir Anda, dan tidak ada orang lain di dunia ini yang akan menerima Anda atau mengindahkan apa pun yang Anda katakan.

"Dia adalah satu-satunya kredibilitas internasional yang Anda miliki.”

Baca Juga: Tafsir Lupa Berdasarkan Waktu Kejadian Menurut Primbon Jawa, Ada yang Bermakna Berjumpa Kawan Lama dan Dapatkan Keberuntungan

Berkat intervensi tersebut, Horta segera dibebaskan dan dikirim kembali ke Washington, tempat dia bekerja sebagai atase pers di kedutaan Mozambik.

Dalam peran itulah Horta membantu mendirikan lobi Mozambik pertama di ibu kota Amerika, serta mengatur kunjungan pejabat tinggi Mozambik.

Itu bukan satu-satunya peristiwa ketika nyawa Jose Ramos Horta terancam, karena ketika menjabat sebagai presiden, ia pun sempat menjadi sasaran pembunuhan para pemberontak.

Pada 11 Februari 2008, José Ramos-Horta ditembak dalam upaya pembunuhan oleh kelompok pemberontak pimpinan Alfredo Reinado, di mana Xanana Gusmao juga menjadi salah satu targetnya.

Baca Juga: Sampai Rela Lukai Hati Muslim Seantero Bumi, Hubungan Arab Saudi - Israel Terbukti Makin Sulit Ditutupi, Bocornya Rencana Menyakitkan Ini Buktinya

(*)

Artikel Terkait