Intisari-Online.com - Pada Era Demokrasi Terpimpin, tepatnya pada tahun 1962, TNI digabungkan dengan Kepolisian Negara (Polri) menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Secara resmi, ada empat unsur dalam ABRI, di antaranya Angkatan Darat, Laut, dan Udara, serta Angkatan Kepolisian.
Rupanya tak berhenti di situ. Pada awal tahun 1965, muncul ide lainnya untuk membentuk Angkatan Kelima.
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah pihak yang memiliki gagasan untuk membentuk Angkatan Kelima sebagai unsur pertahanan keamanan Republik Indonesia.
Baca Juga: Penyelesaian Pemberontakan PKI Madiun 1948 dengan Kolonel A.H. Nasution Memimpin Operasi Penumpasan
Saat itu, PKI adalah salah satu partai terbesar di Indonesia.
Dalam pemilu 1955, PKI menduduki tempat keempat dengan perolehan 16 persen dari keseluruhan suara yang ada.
Partai terbesar lainnya pada masa itu adalah Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, dan Nahdatul Ulama.
Pasca-pemilu 1955, PKI mengusulkan agar 15 juta massa tani dan buruh untuk dipersenjatai, apa tujuannya dan bagaimana akhirnya?
Angkatan Kelima diusulkan oleh Ketua PKI DN Aidit, bahkan kemudian didukung oleh Perdana Menteri China saat itu.
Ia mengusulkan 15 juta buruh tani dipersenjatai sebagai Angkatan Kelima (sejenis Angkatan Darat).
PKI menuntut pemerintah indonesia untuk membentuk angkatan kelima itu dengan tujuan mempersenjatai buruh dan tani, menasakomisasi angkatan bersenjata, dan sebagai antisipasi terhadap konfrontasi dengan Malaysia.
Ide ini disampaikan oleh DN Aidit sebelum dirinya menghadap Presiden pada 14 Januari 1965.
Sejak saat itu, berita tentang Angkatan Kelima kian berkembang, hingga sampai juga sampai ke telinga Perdana Menteri Cina Zhou En Lai.
Zhou En Lai pun datang ke Indonesia pada April 1965.
Ia secara terang-terangan mendesak agar dibentuk Angkatan Lima.
Kondisi Indonesia yang sedang berkonfrontasi dengan Malaysia juga semakin mendukung pembentukan Angkatan Kelima tersebut.
Sementara Zhou En Lai menawarkan bantuan sebanyak 100.000 senjata ringan kepada Indonesia.
Setelah tiba di tanah air, tawaran bantuan senjata tersebut disampaikan kepada Presiden/Panglima Tertinggi ABRI di hadapan rakyat Komando Operasi Tertinggi (KOTI).
Sementara keputusan mengenai pembentukan Angkatan Kelima itu oleh ABRI diserahkan kepada Pemimpin Besar Revolusi, Presiden Soekarno.
Tetapi, Angkatan Darat sendiri menolak pembentukan unsur baru pertahanan keamanan Indonesia tersebut.
Pada saat itu, Angkatan Darat dipimpin Letjen Ahmad Yani.
Umumnya, para jenderal dalam AD adalah golongan anti-komunis. Oleh sebab itu, mereka menentang pembentukan Angkatan Kelima.
Sementara bagi Yani, membentuk departemen Angkatan kelima tidak efisien, Yani secara tegas juga menyampaikan penolakannya atas usul Aidit.
Selain dianggap tidak efisien, pasukan sipil bersenjata sudah ada dalam wujud Pertahanan Sipil.
Meski sempat menimbulkan pro dan kontra, ide Angkatan Kelima justru segera lenyap lantaran terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Bukan hanya Angkatan Kelima saja yang lenyap tetapi PKI juga dibubarkan.
Dengan Supersemar, Angkatan darat akhirnya membubarkan PKI dan ormas-ormasnya.
Ormas-ormas dari Angkatan Lima di antaranya dari Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia dan SOBSI yang dituduhkan merupakan unsur Angkatan Kelima.
(*)