Intisari-Online.com- Pemberontakan PKI Madiun dipimpin oleh Amir Syarifuddin.
Pemberontakan ini dilatarbelakangi jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin pada 1948.
Kabinet Amir jatuh setelah penandatanganan Perjanjian Renville yang ternyata berdampak buruk terhadap Indonesia.
MelansirKompas.com, terjadinya pemberontakan PKI Madiun diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin, karena tidak lagi mendapat dukungan setelah kesepakatan Perjanjian Renville.
Baca Juga:Sejarah Film 'Pengkhianatan G30S PKI', Sempat Berubah Judul hingga Berhenti Tayang di TV
Dalam perjanjian tersebut Belanda dianggap menjadi pihak paling diuntungkan dan Indonesia yang dirugikan.
Dengan kemunduran Amir ini, Presiden Soekarno kemudian menunjuk Mohammad Hatta sebagai perdana menteri dan membentuk kabinet baru.
Namun, Amir beserta kelompok sayap kirinya (komunis) tidak setuju dengan pergantian kabinet tersebut, sehingga Amir dan komplotannya berusaha menggulingkan mereka.
Gerakan Amir ini dibantu oleh Musso, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah belajar ke Uni Soviet.
Baca Juga:Sejarah Pemberontakan PKI Madiun: Latar Belakang dan Tujuannya
Musso menggelar rapat raksasa di Yogya, di sana ia melontarkan pendapatnya tentang pentingnya mengganti kabinet presidensil menjadi kabinet front persatuan.
Musso bersama Amir dan kelompoknya berusaha untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah, yaitu Solo, Madiun, Kediri, dan lainnya.
Rencana awal yang akan dilakukan yaitu dengan melakukan penculikan dan pembunuhan para tokoh di kota Surakarta, serta mengadu domba kesatuan TNI setempat.
Pemberontakan
Kerusuhan yang terjadi di Surakarta membuat perhatian semua pihak pro-pemerintah terfokus pada pemilihan di Surakarta.
Sedangkan pada 18 September 1948, PKI/FDR sedang menuju ke arah Timur dan berusaha menguasai kota Madiun.
Keesokan harinya, FDR mengumumkan terbentuknya pemerintahan baru yang disebut Republik Soviet Indonesia.
Selain di Madiun, PKI/FDR juga melakukan hal yang sama di Pati, Jawa Tengah.
Pemberontakan ini pun menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, serta beberapa tokoh lainnya.
Akhir
Demi memulihkan kembali keamanan di Madiun, dilakukan operasi penumpasan pada tanggal 20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution.
Salah satu operasi penumpasan yang dilkaukan adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo.
Dalam pengejaran tersebut, Musso berhasil ditemukan dan ditembak mati.
Sedangkan Amir Syarifuddin dan para tokoh sayap kiri lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
(*)