Awalnya PKI adalah Partai Politik Terbesar di Indonesia, Sejarahnya Berubah setelah Terjadi Serangkaian Peristiwa Ini

Khaerunisa

Penulis

Amir Sjarifuddin, salah satu tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Intisari-Online.com - Tahukah kamu? Dahulu, PKI adalah salah satu partai politik terbesar di Indonesia.

Namun, sekarang partai tersebut sudah tak eksis lagi di Indonesia, meski namanya masih sering disebut-sebut khususnya di bulan September.

Saat ini, seringkali PKI diidentikan dengan peristiwa pemberontakan berdarah.

Bagaimana awal mula partai politik terbesar di Indonesia ini dibubarkan hingga identik dengan pemberontakan?

Baca Juga: Jadi Perhatian Khusus Jokowi, Tanjung Priok Ternyata Nyaris Habisi Karier Pentolan PKI DN Aidit, Hanya Kelihaiannya Sendirilah yang Menyelamatkannya

Partai Komunis Indonesia atau PKI adalah sebuah partai politik yang dibentuk pada 23 Mei 1914 dan dibubarkan pada 12 Maret 1966.

Terbentuknya PKI berawal dari sebuah organisasi bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).

ISDV didirikan oleh seorang kaum sosialis Hindia Belanda, Henk Sneevliet pada tahun 1914.

Sneevliet memiliki misi untuk menanamkan paham marxisme-komunisme terhadap perjuangan nasional Indonesia.

Baca Juga: Dulu Cuma Tumbuhan Liar dan Sering Disebut Sebagai Makanan Ular, Rupanya Tanaman Ini Malah Disebut-sebut Kian Berharga Mahal, Presiden Jokowi Sampai Menyebutnya Sebagai Makanan Masa Depan

Cara yang Sneevliet lakukan yaitu dengan menyebarkan pemahamannya tersebut melalui organisasi buruh kereta api di Semarang.

Pada kongres ISDV di Semarang, Mei 1920, nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH).

Semaun menjadi ketua dalam partai tersebut, dibantu Darsono sebagai wakil. Semaun sendiri merupakan salah satu tokoh penting dalam sebuah organisasi bernama Sarekat Islam.

Di organisasi tersebut, Semaun juga berusaha untuk menanamkan paham komunis yang kemudian menimbulkan perpecahan dua kubu, SI Merah (Komunis) dan SI Putih (Agamis).

Baca Juga: Pantas Sangat Bengis saat Menjajah Bangsa Lain, Ternyata Jepang Memang Tak Pernah Merasakan Pedihnya Jadi Negara Jajahan, Sosok Inilah yang Sukses Bikin 'Penangkal'

Pada tahun 1924 diadakan kongres Komintern kelima, di mana hasil dari kongres tersebut adalah adanya pengubahan nama kembali menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemberontakan PKI Madiun

Eksistensi PKI sebagai partai terbesar di Indonesia menemui tantangannya ketika Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh.

Itu terjadi setelah Amir Sjarifuddin menandatangani Perjanjian Renville, yang dianggap menguntungkan Belanda, sedangkan Indonesia justru dirugikan.

Baca Juga: Para Pria se-Indonesia Menyesal Kalau Baru Tahu Sekarang, Buah Delima Ini Ternyata Bisa Sembuhkan Masalah Kejantanan Anda! Ini Manfaat Lainnya untuk Kesehatan

Setelah Kabinet Amir jatuh, Soekarno pun mengutus Moh. Hatta untuk membentuk kabinet baru, namun hal ini tidak disetujui oleh Amir dan kelompok komunisnya.

Pemberontakan PKI Madiun pun pecah pada tahun 1948, dilatarbelakangi oleh jatuhnya Kabinet Amir Syafruddin yang tidak lagi didukung lagi.

Pemberontakan oleh tokoh PKI, Muso dan Amir Sjariifuddin ini, menewaskan Gubernur Jawa Timur, RM Suryo.

Demi menghentikan kelanjutan pemberontakan tersebut, dilakukan operasi penumpasan yang dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution pada 20 September 1948.

Baca Juga: Makin Jor-joran, Angka Belanja Militer Taiwan Makin Fantastis, Tiba-tiba Sudah Siapkan USD 1,4 Miliar Guna Belanja Senjata Andalan Ini

Musso pun berhasil ditemukan dan ditembak mati, sedangkan Amir dan para tokoh komunis lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Meski begitu, Pemberontakan PKI di Madiun tidak menyurutkan dukungan bagi PKI.

Pemilu 1955, Tuntutan Agar PKI Dilarang

Pada pemilu 1955, PKI masih menduduki tempat keempat dengan perolehan 16 persen dari keseluruhan suara yang ada.

Berselang dua tahun, 1957, Partai Masyumi yang juga terlibat dalam pemilu 1955 merasa tersaingi dengan PKI, sehingga partai ini menuntut agar PKI dilarang.

Tidak jauh dari peristiwa tersebut, dibentuklah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang difungsikan untuk menangkap ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang mereka kuasai.

Mengetahui hal tersebut, Soekarno yang mendukung sayap kiri pun mengeluarkan Undang-undang Darurat.

Pada 1960, Soekarno mencetus sebuah slogan bernama Nasakom yang berarti Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian maka peranan PKI sebagai mitra politik pun dilembagakan oleh Soekarno.

Baca Juga: Di Indonesia Terus Dipakai Meski Efek Sampingnya yang 'Lebih Nampol', Vaksin Moderna Kini Malah Ditangguhkan di Jepang, Sampai Picu 'Penyelidikan Segera'

Bagi kalangan politik, kehadiran PKI sangat dirasakan, terutama menjelang peristiwa G30S, partai ini terasa semakin kuat.

Para pesaing PKI pun merasa khawatir jika PKI akan memenangkan pemilu berikutnya, sebab itu mulailah muncul gerakan-gerakan untuk menentang PKI.

Gerakan tersebut dipelopori oleh Angkatan Darat.

Pada Desember 1964, Chaerul Saleh dari Partai Murba (dibentuk oleh mantan pemimpin PKI, Tan Malaka) menyatakan bahwa PKI tengah mempersiapkan kudeta.

Baca Juga: Padahal Baru Datang di Indonesia, 1,6 Vaksin Covid-19 Asal Amerika Ini Malah Ogah Digunakan di Negara Ini karena Alasan Menjijikkan Ini

Peristiwa 30 September 1965 dan Akhir PKI

PKI menuntut larangan Partai Murba kepada Soekarno pada awal 1965. Soekarno yang berada di pihak PKI pun lantas tidak berusaha membatasi pergerakan PKI.

Sebaliknya, DN Aidit selaku pemimpin PKI pada saat itu meyakini Dewan Jenderal akan mengudeta Soekarno.

Maka Aidit bersama sejumlah personel Tjakrabirawa menyusun rencana untuk menghadapkan jenderal Angkatan Darat yang diduga ingin mengudeta Soekarno.

Rencana itu gagal sebab dalam pelaksanaannya pada 30 September dini hari, enam jenderal terbunuh.

Baca Juga: Makna Tiap Warna dalam Bendera Timor Leste, Tak Lepas dari Sejarah Penjajahan di Bekas Wilayah Indonesia Ini

Dari kejadian tersebut, Presiden Soekarno berusaha untuk meyakinkan bahwa PKI tidak terlibat sebagai partai dalam kejadian tersebut, melainkan adanya sejumlah tokoh PKI yang bertindak luar kendali.

Untuk itu, Soekarno pun tidak bersedia untuk membubarkan PKI. Kendati demikian, banyak pihak yang menuntut bertanggung jawab.

Setelah Soeharto mengambil alih kepemimpinan, ia membubarkan PKI dan menghabiskan 32 tahun kepemimpinannya untuk memusnahkan PKI serta semua yang berkaitan dengan PKI.

Itulah bagaimana PKI yang awalnya adalah partai politik terbesar di Indonesia, pada akhirnya dilarang dan dibubarkan.

Baca Juga: Temui Halfdan Ragnarsson, Raja Dublin yang Juga Sekaligus Pemimpin Hebat Viking, Jadi Komandan Angkatan Darat dan Lakukan Ini kepada Anglo-Saxon

(*)

Artikel Terkait