Lalu, ketika sistem saraf pusat mulai terserang, penderita mengalami kelesuan mental dan fisik yang ekstrem, maka dinamakan ‘penyakit tidur’, yang diikuti oleh kejang, koma, dan kematian.
Perilaku aneh neuropsikiatri (sistem saraf) yang diperlihatkan menyebabkan orang mengantuk lesu, padahal perubahan dalam tubuh cukup lambat.
Dalam keadaan seperti ini, pasien yang tidur seperti sudah memasuki keadaan koma.
Pasien secara umum menunjukkan berbagai macam gejala pasca ensefalitis (koma), mulai dari kelumpuhan hingga membeku dengan otot-otot kaku seperti patung dalam tidur.
Perubahan ini dianggap sebagai gejala lanjutan dari penyakit tidur yang memburuk.
Tetapi anehnya, tidak semua pasien penyakit tidur mengalami gejala-gejala tersebut.
Tidak hanya itu, tingkat keparahan tiap pasien pun berbeda satu sama lain.
Literatur medis ketika itu melaporkan sepertiga dari pasien meninggal karena gagal napas akibat disfungsi neurologis, maka penyakit tidur dianggap sangat mematikan bahkan meresahkan.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR