'Permen Karet Bisa Bertahan 7 Tahun di Perut' dan Berbagai Mitos Kesehatan yang Ternyata Salah Kaprah, Pernah 'Tertipu'?

Khaerunisa

Penulis

Perman karet. Ilustrasi mitos kesehatan.
Perman karet. Ilustrasi mitos kesehatan.

Intisari-Online.com - Berbagai mitos 'hidup' di tengah masyarakat Indonesia, termasuk berbagai mitos kesehatan.

Pernahkah Anda panik saat tak sengaja menelan permen karet?

Rasa panik tersebut mungkin disebabkan mitos yang sering kita dengar semasa kecil.

Katanya, permen karet bisa bertahan 7 tahun di perut.

Baca Juga: Kisah Grigori Rasputin, si Penyihir Gila yang Dekat dengan Keluarga Tsar Rusia, Kehidupannya Penuh Teka-Teki

Mitos seperti itu bisa dengan mudah dipercaya anak-anak kecil.

Tetapi, ketika dewasa mungkin orang-orang mulai mempertanyakannya, "Benarkah?".

Selain mitos kesehatan tentang permen karet tersebut, masih ada berbagai mitos lainnya.

Salah kaprah, seperti apa penjelasan berbagai mitos kesehatan yang sering beredar di tengah masyarakat Indonesia ini?

Baca Juga: Insiden Ini Tak Begitu Disorot Indonesia, Tetapi Media Asing Malah Menyorotnya, Bahkan Bongkar Borok Penjara di Lapas Tangerang yang Baru Saja Dilaporkan Kebakaran Hebat

1. Permen karet bisa bertahan di perut selama 7 tahun

Sering membuat takut anak-anak di Indonesia, kenyataannya meski tertelan, permen karet tidak akan bertahan di perut selama itu.

"Seperti benda non-makanan lain yang sering ditelan anak-anak, cairan bisa membawa permen karet melalui saluran usus,

"Dan dalam beberapa hari akan dibuang," ujar David Pollack, dokter senior di Children’s Hospital of Philadelphia Care Network.

Baca Juga: Cek Kalender Jawa September 2021, Dimulai dari Rabu Kliwon hingga Kamis Wage

Permen karet memang memiliki bagian sintetis yang tak dapat dicerna. Namun, itu bukan berati akan membuatnya tertahan di dalam tubuh hingga bertahun-tahun.

Menurut ilmuwan dari Ohio State University, saat kita menelan permen karet, permen tersebut akan pindah karet usus besar dan keluar bersama kotoran.

Namun tetap, sebaiknya tidak sampai terlalu sering menelan permen karet karena bisa membahayakan tubuh.

"Menelan permen karet berulang-ulang dapat menyebabkan bezoar, sejumlah kecil bahan yang tidak bisa dicerna, berpotensi menyebabkan penyumbatan usus," kata gastroenterolog Edwin McDonald.

Baca Juga: Beruntung Banget Bagi yang Sudah Divaksin AztraZeneca, Selain Mencegah Covid-19, Penelian Ungkap Vaksin Ini Berpeluang Obati Penyakit yang Belum Ada Obatnya Ini

2. Biji tumbuh di perut jika menelannya

Di lambung kita, terdapat asam klorida atau asam lambung.

Senyawa tersebut berfungsi untuk melindungi tubuh kita dari bahan-bahan yang berbahaya.

Asam lambung langsung dapat merusak dan menghancurkan bahan-bahan berbahaya yang masuk ke dalam perut kita.

Asam lambung juga dapat berfungsi sebagai antiseptik dan membunuh bakteri. Jika tubuh kita kemasukan bakteri yang tidak tahan terhadap asam, maka bakteri tersebut akan mati.

Begitu pula saat biji buah yang tidak sengaja kita telan, zat asam dapat menghancurkannya.

Nantinya biji-biji itu akan hancur dan terbuang bersama sisa makanan kita.

Selain itu, suasana asam yang tinggi di dalam perut membuat biji-biji buah tidak dapat tumbuh.

Baca Juga: ‘Tidak! Saya Tidak Bermimpi!’ Harta Karun Sebanyak 239 Koin Emas Langka Ditemukan dalam Kantong Tersembunyi di Dinding Mansion Prancis yang Sedang Direnovasi

3. Tidak boleh berenang satu jam setelah makan

"Setelah makan, makin banyak aliran darah menuju sistem pencernaan, dan menjauh dari otot," kata Scott W Cohen, dokter anak di Beverly Hills, dan penulis buku Eat, Sleep, Poop: A Common Sense Guide to Your Baby’s First Year.

Banyak orang mungkin berpikir, jika langsung berenang setelah makan, maka kekurangan darah itu akan menyebabkan Anda kram dan tenggelam.

Namun, rupanya hal tersebut tak akan terjadi.

"Anda mungkin akan kekurangan energi untuk berenang dengan penuh semangat. Namun, hal itu seharusnya tidak menghalangi kemampuan Anda untuk menguasai air atau bermain di air," tambah Jim Sears, dokter anak di San Clemente, California

Baca Juga: Benarkah Indonesia Kebobolan Lagi, Varian Baru Covid-19 Mu Sudah Masuk RI? Wakil Menteri Kesehatan Ungkap Fakta Ini

4. Tidur dalam keadaan rambut basah sehabis keramas bisa membuat flu

Hanya karena kita kedinginan dan basah, tidak berarti langsung bisa terserang flu.

Flu disebabkan oleh virus sehingga Anda hanya akan terkena flu bila terpapar virus.

Sears pernah mengadakan penelitian di Common Cold Research Unit di Salisbury, Inggris.

Saat itu, peneliti menyuntikkan virus flu ke hidung sekelompok relawan.

Separuh dari kelompok tersebut diminta masuk ke ruangan yang hangat, sementara sisanya diminta mandi lalu berdiri dalam keadaan basah kuyup di lorong selama setengah jam.

Setelah itu, mereka berpakaian, lalu mengenakan kaus kaki basah selama beberapa jam berikutnya.

Hasilnya, kelompok yang basah ini ternyata tidak mengalami flu.

"Kedinginan ternyata tidak memengaruhi sistem kekebalan Anda," kata Sears.

Baca Juga: Dilalap Si Jago Merah, 41 Orang Tewas dalam Kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang, Mirip Bencana Terburuk Sepanjang Sejarah Amerika yang Sebabkan 320 Jiwa Tewas Terpanggang Api

5. Jika pura-pura jereng, mata tidak bisa kembali normal

Kadang untuk membanyol atau menirukan karakter tertentu, anak-anak maupun orang dewasa akan melakukan aksi 'pura-pura jereng'.

Ada mitos bahwa jika seseorang pura-pura jereng, maka matanya tidak bisa kembali normal. Ternyata, tidak demikian.

"Menjerengkan mata secara sukarela tidak berbahaya," ucap W Walker Motley, asistan profesor ophthalmology di University of Cincinnati College of Medicine.

Namun, jika melihat anak atau teman melakukan hal ini berulang kali ketika ia tidak sedang membanyol atau menirukan karakter kartun, coba ajak untuk memeriksakan diri, karena mungkin ia memang punya masalah penglihatan.

Itulah beberapa mitos kesehatan yang kadang masih sering dipercaya orang-orang Indonesia.

Baca Juga: Inilah 10 Pemimpin Terhebat Sepanjang Sejarah Peradaban Dunia, Mulai dari Alexander Agung Hingga Raja Tutankhamen, Ada yang Melegenda Karena Kehebatannya dalam Perang Strategis

(*)

Artikel Terkait