Intisari-online.com - Sejek merdeka dari Indonesia, Timor Leste tak serta merta menjadi negara kecil yang kaya raya meski diberkahi dengan kekayaan alam melimpah.
Namun, minyak yang dimiliki Timor Leste disebut-sebut hampir habis karena ulah pemerintah sendiri yang kerap melakukan pemborosan.
Pemerintah Timor Leste menghamburkan tabungannya dalam skema infrastruktur besar menurut para kritikus, dan itu sangat boros.
Seorang wartawan New Zealand, yang berkerja untuk Asia New Zealand Foundation, Caitin McGee pernah melakukan penyelidikian ke Timor Leste tahun 2017.
Dia menggambarkan negara itu, memiliki pegunungan terjal yang melingkari garis pantai, dan keindahan alam terbaik di dunia.
Tetapi, orang-orangnya tinggal di daerah kumuh sekitar ibu kota dan ini membuatnya tampak tidak indah.
"Kami telah ditinggalkan oleh pemerintah, Bagi para veteran mereka adalah pahlawan di masa lalu, tetapi kini mereka mengkhianati kami," kata Fortunado D'Costa, pria dari Timor Leste.
"Kami mendukung perlawan, tetapi mereka yang mendukung pemerintah Indonesia, kini malah hidup dengan baik," katanya.
"Hari ini kami merdeka, tetapi tidak memiliki apa-apa. Hanya perdamaian dan stabilitas," imbuhnya.
Sekitar 42 persen orang Timor Leste hidup dalam kemiskinan, orang-orang yang paling putus asa, mengais sampah untuk bertahan hidup.
Tahun 2017, menandari 15 tahun sejak Timor Leste memperoleh kemerdekaannya setelah 25 tahun pendudukan Indonesia.
Sejak itu, pemimpinnya menyatukan demokrasi yang stabil dan menyalurkan listrik ke desa-desa terpencil.
Mereka telah berjuang untuk mengurangi kemiskinan yang meluas di antara 1,1 juta orang Timor.
Perkara uang seharusnya bukanlah masalah utama di Timor Leste.
Pasalnya Bumi Lorosae telah diberkati dengan cadangan minyak dan gas.
Tapi suber uang itu sekarang hampir habis dan pendapatan yang mereka hasilkan akan hilang dalam 10 tahun ke depan karena pemerintah memompa sebagian besar uang yang dihasilkan dari minyak bumi ke skema pembangunan besar.
Tak hanya itu saja, masalah lain yang tak kalah pelik adalah sengketa perbatasan dengan Australia.
Asutralia mungkin berjasa bagi kemerdekaan Timor Leste, tetapi mereka juga mencarai keuntungan batas maritim dengan negara kecil itu.
Masalah perbatasan adalah sesuatu yang disengketakan selama 1 dekade lebih, bahkan sudah dibawa ke Mahkamah Tetap Arbritase di Den Haag, Belanda.
Tahun 2017, pembatalan maritim itu mengemuka setelah Timor Leste secara resmi ingin mengakhiri perjanjian Certain Maritime Arrangemetsin the Timor Sea (CMATS).
Perjanjian itu membagi dua keuntungan dari persediaan minyak dan gas bumi di kawasan maritim tersebut seprti dilansir dari BBC.
Pernyataan itu tidak mencantumkan tanggal pasti, namun keduanya berkomitmen merundingkan batas maritime permanen baru.
Sebelum pembatalan itu, bagi Australia sangat menguntungkan, karena secara teritorial wilayah itu milik Timor Leste.
Namun, tindakan Australia yang membantu Timor Leste lepas dari Indonesia membuatnya berhutang budi pada negeri kangguru itu.
Timor Leste yang memisahkan diri dari Indonesia tahun 2002, menandatangani perjanjian CMATS dengan Australia tahun 2006.
Perjanjian itu mencakup ladang gas Greater Sunrise, bernilai milyaran dollar terletak di wilayah maritime kedua negara.
Perjanjian itu mengatur batas maritime kedua negara, dan berlaku selaa 50 tahun.
Timor Leste menyadari, Australia hanya mengeruk keuntungan dari dirinya.
Namun, mereka gagal mencapai kesepakatan baru yang berakhir harus membagi kekayaannya dengan Asutralia.
Kawasan tersebut dikenal dengan kawasan pengembangan minyak bersama (Joint Petroleum Development Area).
Timor Leste mendapatkan 90% royalti dari kawasan itu, dan masuk ke kas negara mereka.
Menurut Abel Gutteres, Dubes Timor Leste untuk Australia, mengatakan Australia seharusnya menerima hukuman karena mengadali Timor Leste.
"Kami menyambut Australia untuk mengabil langkah ini supaya kami dapat menyelesaikan masalah ini," ujar Guterres pada AP.